Portal PPDB Tapel 2023-2024. Cek Now!

YPAI Miftahul Huda Prangas

Yayasan Pendidikan Agama Islam Miftahul Huda Prangas
Yayasan Pendidikan Agama Islam Miftahul Huda Prangas merupakan sebuah yayasan yang menaungi tiga lembaga pendidikan, yaitu Raudhatul Athfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), dan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Ketiga lembaga ini berlokasi di Jalan Raya Prangas No. 1120, Klepu, Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Ketiga lembaga pendidikan tersebut telah berdiri terlebih dahulu sebelum yayasan resmi dibentuk. Yayasan ini didirikan pada tahun 2015 dan disahkan secara hukum pada tahun 2016 melalui Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM. Kehadiran yayasan ini memberikan payung hukum dan legalitas formal bagi operasional ketiga lembaga di bawah naungannya.

Pendirian Yayasan Miftahul Huda Prangas bertujuan untuk mengelola dan mengembangkan pendidikan di bidang agama Islam, serta memberikan landasan hukum yang kokoh dalam menjalankan kegiatan operasional lembaga pendidikan. Legalitas pendirian yayasan ini dituangkan dalam Akta Notaris Nomor AHU-0024603.AH.01.04/2016, yang memberikan kewenangan resmi bagi yayasan untuk menyelenggarakan berbagai aktivitas pendidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Tujuan utama pendirian yayasan ini adalah untuk memastikan bahwa ketiga lembaga pendidikan dapat berjalan secara lebih terstruktur, terorganisir, dan memiliki perlindungan hukum yang jelas. Dengan adanya yayasan, diharapkan pendidikan agama Islam yang diberikan dapat berkembang secara optimal serta memberikan kontribusi positif bagi masyarakat, khususnya dalam membentuk generasi yang berakhlak mulia dan menguasai ilmu pengetahuan.

Melalui Yayasan Pendidikan Agama Islam Miftahul Huda Prangas, pengelolaan dan pengembangan lembaga pendidikan dilakukan secara maksimal, mencakup aspek kurikulum, fasilitas, serta pembinaan terhadap tenaga pendidik dan kependidikan. Harapannya, keberadaan yayasan ini dapat memperkuat komitmen dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang Islami, berkualitas, dan memberi manfaat nyata bagi kemajuan umat.
Latar Belakang Berdirinya Yayasan
Pra Berdirinya Yayasan Pada masa setelah kemerdekaan tepatnya era tahun 1960-an, para santri yang telah menuntut ilmu di pesantren mulai kembali ke desa mereka dan membawa berbagai pengetahuan yang mereka peroleh, terutama dalam bidang agama. Di antaranya adalah H. Mansur, H. Ma'sum, Bpk. Nasib, dan Bapak Fadil, yang kemudian menjadi pionir dalam pengajaran agama di desa Prangas. Mereka berinisiatif untuk mengadakan pembelajaran ilmu agama, khususnya mengenai cara membaca Al-Qur'an dan tata cara ibadah, di Masjid An-Nur 2 Prangas.

Keempat tokoh ini memiliki semangat yang sangat besar untuk menyebarkan ajaran Islam di masyarakat, terutama dalam hal yang mendasar seperti sholat dan baca tulis Al-Qur'an. Mereka menyadari pentingnya pendidikan agama untuk membentuk karakter dan pemahaman yang benar tentang ajaran Islam. Oleh karena itu, mereka memulai kegiatan ini dengan penuh pengabdian, tanpa mengharapkan imbalan materi atau gaji. Semua ini dilakukan semata-mata untuk kepentingan umat, agar masyarakat sekitar dapat memahami ajaran agama dengan baik, terutama dalam urusan ibadah sehari-hari seperti tata cara sholat, dan untuk memperkenalkan mereka pada cara yang benar dalam membaca dan menulis Al-Qur'an.

Dengan penuh semangat, mereka mengajar anak-anak dan warga sekitar masjid secara sukarela. Kegiatan pengajaran ini tidak hanya terbatas pada anak-anak, tetapi juga melibatkan orang dewasa yang ingin lebih memahami ajaran Islam dengan benar. Meskipun mereka menghadapi berbagai keterbatasan, baik dari segi fasilitas maupun sumber daya, semangat mereka untuk membagikan ilmu tidak pernah surut. Mereka percaya bahwa meskipun tanpa imbalan materi, pengajaran yang dilakukan dengan tulus dan ikhlas akan membawa berkah bagi masyarakat.

Proses pembelajaran di Masjid An-Nur 2 ini menjadi pusat pengetahuan agama yang sangat berharga bagi masyarakat Prangas. Melalui dedikasi dan kerja keras para pengajar ini, warga setempat mulai memahami tata cara sholat yang benar, cara membaca Al-Qur'an dengan baik, dan bagaimana menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Tak hanya itu, kegiatan ini juga membangun rasa kebersamaan di antara masyarakat, mempererat silaturahmi, dan memperkuat ukhuwah Islamiyah di desa tersebut.

Keempat tokoh ini, yaitu H. Mansur, H. Ma’sum, Bapak Nasib, dan Bapak Fadil, dengan penuh keikhlasan dan semangat, telah memberikan kontribusi yang luar biasa dalam mencerdaskan umat melalui pendidikan agama. Mereka telah membuktikan bahwa pengajaran ilmu agama bukan hanya tanggung jawab para ulama, tetapi juga tugas bersama yang perlu dijalankan oleh seluruh lapisan masyarakat. Pengajaran agama harus dilakukan dengan penuh kasih sayang, niat tulus, dan rasa tanggung jawab terhadap masa depan generasi mendatang. Dedikasi mereka dalam menyebarkan ilmu agama tidak hanya memperkaya pengetahuan masyarakat, tetapi juga membentuk karakter dan akhlak yang baik di tengah kehidupan sosial.

Jejak langkah mereka sebagai pemrakarsa pendidikan agama di Prangas hingga kini tetap dikenang dengan penuh penghormatan. Usaha mereka dalam mendirikan dan mengelola pendidikan agama memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat setempat. Pendidikan agama yang mereka rintis telah mengubah wajah kehidupan sosial masyarakat Prangas, menciptakan lingkungan yang lebih religius dan memperkuat ikatan ukhuwah Islamiyah di desa tersebut. Hal ini tak hanya memberikan manfaat dalam kehidupan spiritual, tetapi juga memberikan dasar moral yang kuat bagi generasi muda agar mereka dapat menghadapi tantangan zaman dengan bijaksana.

Seiring berkembangnya minat masyarakat Prangas untuk belajar agama, muncul kebutuhan yang semakin mendesak untuk mengoptimalkan pembelajaran yang sudah ada. Pembelajaran agama yang sebelumnya dilakukan secara informal di masjid mulai menemui kendala. Salah satunya adalah keterbatasan ruang dan waktu yang menyebabkan kegiatan belajar mengajar sering mengganggu aktivitas berjamaah, terutama saat waktu sholat tiba. Keadaan ini menimbulkan tantangan bagi beberapa tokoh, seperti H. Dumyati, H. M. Nur, H. Mansur, H. Ma'sum, Bapak Nasib, dan Bapak Fadil, yang merasa perlu segera mendirikan lembaga pendidikan formal untuk menjawab tantangan tersebut.

Pada awal dekade 1960-an, masyarakat Prangas, seperti banyak daerah lainnya di Indonesia, masih sangat terbatas dalam akses pendidikan, terutama di bidang agama Islam. Pendidikan formal yang ada saat itu juga sangat minim, dan banyak keluarga yang kurang mampu merasa kesulitan untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Selain itu, pendidikan agama yang tersedia di desa-desa sering kali tidak merata, dengan sebagian besar masyarakat merasa tidak mampu untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke lembaga pendidikan agama yang ada. Kondisi ini menjadi perhatian serius bagi sejumlah tokoh masyarakat di Prangas.

Menyadari tantangan besar tersebut, sejumlah tokoh masyarakat yang terdiri dari H. Asy’ari H. Dumyati, H. M. Nur, Bapak Fadil, Bapak Paimin, dan Bapak M. Rifa’i mulai berpikir untuk memberikan solusi yang tepat. Mereka bersepakat untuk mendirikan lembaga pendidikan yang dapat memberikan kesempatan belajar bagi anak-anak, terutama dalam bidang agama. Mereka sadar betul bahwa dengan adanya lembaga pendidikan formal yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, generasi muda di Prangas akan lebih mudah dibimbing dalam memahami ajaran agama Islam secara lebih mendalam.

Pendirian lembaga pendidikan ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan akses pendidikan agama yang lebih luas, tetapi juga untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mengembangkan potensi diri mereka. Mereka berpendapat bahwa dengan pendidikan yang baik, baik agama maupun ilmu umum, generasi muda dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks. Melalui lembaga pendidikan ini, mereka berharap anak-anak Prangas tidak hanya menjadi individu yang berilmu dan berakhlak mulia, tetapi juga mampu memberikan kontribusi positif bagi kemajuan masyarakat dan bangsa.

Dengan penuh semangat dan gotong royong, para tokoh ini berhasil mewujudkan impian mereka, yaitu mendirikan lembaga pendidikan yang menjadi cikal bakal sekolah-sekolah agama di Prangas. Lembaga pendidikan ini kemudian berkembang dan menjadi wadah bagi banyak anak-anak di desa untuk menuntut ilmu agama yang lebih terstruktur dan terarah. Melalui pendidikan formal ini, masyarakat Prangas mulai merasakan perubahan signifikan dalam hal pemahaman agama, moralitas, serta keterampilan yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

Keberhasilan pendirian lembaga pendidikan ini juga membawa dampak positif dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat Prangas secara keseluruhan. Akses yang lebih luas terhadap pendidikan agama memberikan kesempatan bagi setiap individu untuk berkembang dengan baik, tidak hanya dalam pengetahuan agama tetapi juga dalam hal keterampilan dan etika yang baik. Dengan adanya lembaga pendidikan ini, Prangas tidak hanya berkembang sebagai komunitas yang religius, tetapi juga sebagai masyarakat yang lebih terdidik dan siap menghadapi tantangan zaman.

Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pendirian lembaga pendidikan ini telah meninggalkan warisan yang tak ternilai. Melalui usaha keras mereka, masyarakat Prangas kini memiliki akses yang lebih baik terhadap pendidikan agama, yang tidak hanya membekali mereka dengan ilmu, tetapi juga membentuk karakter yang sesuai dengan ajaran Islam. Jejak langkah mereka akan terus dikenang sebagai tonggak penting dalam sejarah pendidikan agama di Prangas, memberikan manfaat bagi generasi mendatang yang akan terus merasakan dampak positif dari pendidikan yang mereka bangun.
Kegiatan Pembelajaran dari Rumah ke Rumah
Sebagai langkah awal, pendidikan dimulai dengan cara yang sangat sederhana dan informal. Pada masa itu, tokoh-tokoh masyarakat yang peduli dengan pentingnya pendidikan agama Islam merasa terpanggil untuk mengajarkan nilai-nilai agama kepada generasi muda. Mereka memulai dengan mengajak anak-anak di sekitar mereka untuk belajar bersama, tanpa ada fasilitas formal atau tempat yang khusus. Pembelajaran dilakukan dari rumah ke rumah, dengan para orang tua yang bersedia membuka pintu rumah mereka untuk menampung anak-anak yang ingin belajar. Biasanya, setiap rumah warga akan menjadi tempat bagi kelompok kecil anak-anak yang sedang menuntut ilmu.

Meskipun fasilitas yang ada sangat terbatas, para guru yang terlibat dalam pengajaran tetap bersemangat. Mereka adalah individu-individu yang merasa terpanggil untuk memberikan yang terbaik meskipun dengan segala keterbatasan. Mereka tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga memberikan nilai-nilai moral dan sosial yang penting untuk perkembangan karakter anak-anak. Metode pengajaran pada saat itu pun sangat sederhana, menggunakan bahan ajar seadanya, seperti papan tulis yang terbuat dari kayu atau bahkan tanah liat, serta buku-buku yang jumlahnya sangat terbatas. Keadaan ini tidak menghalangi semangat guru dan murid untuk terus belajar.

Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah anak yang tertarik untuk belajar semakin meningkat. Banyak orang tua yang mulai menyadari pentingnya pendidikan agama bagi anak-anak mereka, sehingga mereka pun mendorong anak-anak mereka untuk bergabung. Hal ini membawa dampak positif, yaitu semakin banyaknya anak-anak yang memperoleh kesempatan untuk belajar dan memahami ajaran agama Islam dengan lebih baik. Akan tetapi, peningkatan jumlah siswa juga menimbulkan masalah baru yang cukup serius.

Seiring dengan bertambahnya jumlah siswa, ruang yang tersedia untuk proses belajar mengajar menjadi semakin sempit dan tidak memadai. Rumah-rumah warga yang sebelumnya digunakan sebagai tempat belajar bersama kini tidak lagi mampu menampung anak-anak yang semakin banyak. Anak-anak harus belajar dalam keadaan yang kurang nyaman, dengan jumlah siswa yang lebih banyak daripada kapasitas ruang yang ada. Ini tentu saja mengganggu kelancaran proses belajar mengajar dan mengurangi kualitas pembelajaran itu sendiri. Keadaan ini juga mempengaruhi konsentrasi anak-anak dalam belajar, karena mereka harus berbagi ruang yang sempit dan terbatas.

Melihat kondisi ini, kebutuhan akan fasilitas pendidikan yang lebih baik menjadi semakin mendesak. Masyarakat mulai menyadari pentingnya membangun gedung yang layak dan permanen untuk kegiatan belajar mengajar. Dengan adanya gedung yang memadai, diharapkan proses belajar dapat berjalan lebih efektif, dengan ruang kelas yang cukup dan fasilitas yang lebih lengkap. Pada saat itu, masyarakat bersama-sama berusaha mencari solusi untuk membangun gedung sekolah yang dapat menampung anak-anak yang semakin banyak. Proses pembangunan gedung madrasah ini tentu tidak mudah, membutuhkan biaya yang besar dan kerja keras dari seluruh anggota masyarakat.

Namun, semangat dan tekad untuk memberikan pendidikan yang lebih baik kepada anak-anak tetap menjadi motivasi utama. Para tokoh masyarakat, bersama dengan orang tua dan warga sekitar, bergotong-royong untuk mewujudkan impian tersebut. Mereka berusaha mencari sumber daya dan dukungan yang dibutuhkan, baik melalui sumbangan dari masyarakat, bantuan dari pemerintah setempat, atau bahkan melalui kegiatan-kegiatan penggalangan dana yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Dengan kerja keras dan komitmen yang tinggi, akhirnya mereka berhasil membangun gedung sekolah yang layak, yang menjadi simbol perubahan besar dalam dunia pendidikan di daerah tersebut.

Proses ini menunjukkan bagaimana masyarakat yang peduli dan bersatu dapat mengatasi tantangan besar untuk menciptakan pendidikan yang lebih baik bagi anak-anak mereka.
Perjuangan Mencari Tanah untuk Pembangunan Gedung
Melihat perkembangan yang pesat ini, para tokoh pendiri madrasah mulai berfikir tentang pembangunan gedung madrasah yang dapat menampung semua siswa. H. Dumyati yang memiliki tanah warisan dari ayahnya, H. Asy'ari, merasa tanah tersebut bisa dijadikan lokasi untuk pembangunan madrasah. Namun, tanah yang dimilikinya terletak cukup jauh dari jalan desa dan cukup sulit dijangkau oleh masyarakat.

H. M. Nur adalah seorang adik yang penuh rasa hormat dan perhatian terhadap kakaknya, H. Dumyati. Ketika mendengar niatan mulia kakaknya yang ingin mendirikan sebuah madrasah untuk memberikan pendidikan agama yang lebih baik bagi masyarakat, H. M. Nur merasa terpanggil untuk ikut serta membantu. Melihat bahwa tanah yang dimiliki H. M. Nur cukup luas dan strategis, ia pun mengusulkan agar tanah tersebut digunakan sebagai tempat pembangunan madrasah.

Namun, meskipun niatan H. M. Nur sangat mulia dan penuh semangat, H. Dumyati, sang kakak, dengan penuh kebijaksanaan menolak usulan tersebut. Ia menolaknya dengan halus, bukan karena tidak setuju dengan ide tersebut, tetapi karena ia tidak ingin merepotkan adiknya. H. Dumyati merasa bahwa penggunaan tanahnya untuk pembangunan madrasah tersebut seharusnya tidak menjadi beban bagi H. M. Nur, yang sudah memiliki banyak tanggung jawab lainnya.

Meski merasa kecewa karena penolakan itu, H. M. Nur tidak lantas menyerah. Dia sangat menghormati keputusan kakaknya dan mengerti betul niat baik kakaknya yang ingin menghindari memberikan beban kepada adiknya. Namun, rasa peduli dan semangat untuk mendukung pembangunan masdrasah tetap membara dalam hati H. M. Nur. Ia ingin agar ide mulia ini tetap bisa terwujud. Maka, setelah beberapa saat berpikir, H. M. Nur dengan bijak menawarkan solusi lain.

"Jika kakak tidak ingin menggunakan tanah ini, saya mengerti, tetapi biarkan saya yang membantu dalam pembiayaan pembangunan madrasah ini," ucap H. M. Nur dengan penuh keyakinan. Tawaran ini menunjukkan betapa besar tekadnya untuk berkontribusi meskipun tidak menggunakan tanah miliknya. H. M. Nur sadar betul bahwa, meskipun tanah itu sangat penting, yang lebih utama adalah tujuan mulia dari pembangunan madrasah itu sendiri, yaitu memberikan pendidikan dan memperluas ilmu agama bagi masyarakat.

Mendengar tawaran tersebut, H. Dumyati merasa sangat terharu. Walaupun awalnya ia merasa enggan merepotkan adiknya, namun kini ia menyadari betapa besar niat baik H. M. Nur untuk mewujudkan tujuan mulia ini.

Akhirnya, setelah mempertimbangkan segala sesuatunya, H. Dumyati mengiyakan tawaran tersebut dengan penuh rasa terima kasih. Keduanya merasa lega dan bahagia, karena meskipun ada perbedaan pandangan pada awalnya, mereka akhirnya bisa saling memahami dan bekerja sama untuk tujuan yang mulia.

Dalam kisah ini, tercermin sebuah contoh dari kedalaman rasa hormat, kasih sayang, dan kerjasama antara kakak dan adik. Walaupun masing-masing memiliki pandangan dan perasaan yang berbeda, mereka bisa saling mengerti dan mendukung satu sama lain demi tercapainya tujuan bersama yang mulia. Kekuatan komunikasi yang penuh pengertian dan niat yang tulus adalah kunci dalam menyelesaikan masalah yang ada.

Di tengah situasi yang penuh tantangan tersebut, muncul seorang dermawan setempat yang bernama H. Abd Qodir, beliau memiliki sebidang tanah yang terletak di pinggir jalan raya, yang memiliki akses yang lebih strategis dan mudah dijangkau dibandingkan dengan tanah milik H. Dumyati. Tanah milik H. Abd Qodir tersebut terletak di lokasi yang ideal untuk pembangunan sebuah madrasah, mengingat letaknya yang lebih dekat dengan pusat keramaian serta memiliki potensi yang lebih baik dalam hal kemudahan akses bagi masyarakat yang membutuhkan pendidikan.

H. Abd Qodir, dengan niat tulus untuk mendukung pendidikan di daerah tersebut, merasa bahwa tanah miliknya bisa dimanfaatkan lebih maksimal jika digunakan untuk tujuan yang lebih mulia. Oleh karena itu, beliau dengan bijaksana menawarkan sebuah solusi kepada H. Dumyati: untuk menukarkan tanah miliknya dengan tanah milik H. Dimyati yang selama ini direncanakan untuk dijadikan lokasi madrasah. H. Abd Qodir menyadari bahwa tanah milik H. Dimyati meskipun luas, namun kurang strategis dari segi aksesibilitas.

Mendengar tawaran tersebut, H. Dumyati merasa tergerak, namun sebelum mengambil keputusan, beliau merasa perlu mendiskusikan hal ini dengan keluarga dan beberapa tokoh masyarakat yang dipercaya. Setelah melalui pembicaraan yang mendalam dan penuh pertimbangan, H. Dumyati akhirnya mendapatkan izin dan persetujuan dari putra-putri dan keluarganya terutama dari ayah beliau (H. Asy'ari) untuk menerima tawaran tersebut. Mereka semua sepakat bahwa langkah ini merupakan keputusan yang bijak, karena dapat mempercepat pembangunan madrasah yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat sekitar.

Dengan adanya pertukaran tanah ini, proyek pembangunan madrasah yang semula terhambat kini mulai terlihat titik terangnya. Tanah yang lebih strategis dan mudah diakses akan memungkinkan lebih banyak anak-anak di daerah tersebut untuk mengakses pendidikan agama dengan lebih mudah. Keputusan ini tidak hanya memberikan solusi terhadap masalah lokasi, tetapi juga menjadi momentum bagi masyarakat setempat untuk lebih aktif mendukung pembangunan madrasah tersebut.

Dengan adanya perubahan ini, H. Dumyati merasa lebih yakin bahwa proyek ini akan berjalan lancar, dan masyarakat akan mendapatkan manfaat yang lebih besar dari pembangunan madrasah yang direncanakan. Inilah awal dari sebuah perjalanan panjang dalam mewujudkan impian untuk menciptakan generasi yang berilmu, berakhlak mulia, dan siap menghadapi tantangan masa depan.

H. Asy'ari adalah seorang tokoh masyarakat yang dikenal memiliki tanah yang luas di berbagai tempat. Tanah-tanah tersebut sebagian besar telah diwariskan kepada anak-anaknya, termasuk kepada putranya, H. Dumyati. Suatu ketika, H. Dumyati menukarkan sebagian tanah warisan itu dengan tanah milik H. Abd Qodir, dengan tujuan membangun sebuah madrasah.

Sebagai bentuk dukungan, H. Asy'ari secara sukarela menyerahkan sebidang tanah miliknya yang lain sebagai pengganti tanah warisan yang telah ditukarkan. Ia tidak mempermasalahkan nilai materi dari tanah tersebut, karena ia meyakini bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang yang lebih berharga.

Madrasah yang akan dibangun diyakini akan menjadi pusat pembelajaran agama dan pembentukan karakter generasi muda. Melalui tindakannya ini, H. Asy'ari dikenang bukan hanya sebagai orang kaya pemilik tanah, tetapi juga sebagai tokoh yang peduli terhadap kemajuan pendidikan.
Pembangunan Madrasah dan Dukungan Keluarga
Proses pembangunan gedung madrasah tidaklah mudah. Meskipun tanah sudah tersedia, pembangunan fisik memerlukan biaya yang cukup besar dan sumber daya yang terbatas. Namun, para tokoh masyarakat dan keluarga H. Dimyati dan H. M. Nur terus bekerja keras untuk mewujudkan impian ini. H. M. Nur, yang merupakan adik dari H. Dimyati, memiliki peran yang sangat penting dalam menyediakan dana dan sumber daya yang dibutuhkan. Sementara itu, H. Dumyati sendiri lebih banyak mengelola sisi pendidikan dan penyusunan kurikulum.

Pembangunan gedung madrasah dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat Prangas, yang merasa bahwa ini adalah bagian dari tanggung jawab bersama untuk kemajuan desa mereka. Warga sekitar sangat mendukung pembangunan madrasah ini, karena mereka menyadari bahwa pendidikan adalah kunci untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Dalam waktu yang relatif singkat, gedung madrasah pun mulai terbentuk, meskipun masih berupa bangunan semi permanen.
Proses Penentuan Nama Madrasah
Setelah gedung madrasah mulai berdiri, para tokoh masyarakat mulai berpikir tentang nama untuk madrasah tersebut. Nama yang akan dipilih harus mencerminkan nilai-nilai pendidikan Islam yang ingin diajarkan di sana, serta mudah dikenali oleh masyarakat luas. Empat nama yang diusulkan adalah Darul Ulum, Miftahul Ulum, Darul Huda, dan Miftahul Huda. Namun, setelah dipertimbangkan, nama Darul Huda tidak dapat digunakan karena sudah ada madrasah dengan nama yang sama di desa Klepu.

Kendala yang dihadapi dalam pembicaraan tentang penamaan madrasah di Dusun Prangas ini pada awalnya muncul sebagai hasil dari saran yang disampaikan oleh Kepala Desa Klepu, H. Abdul Aziz. H. Abdul Aziz, yang dikenal sebagai seorang tokoh NU yang berpengaruh di desa tersebut dan juga memiliki hubungan keluarga dengan H. M. Nur, salah satu pendiri madrasah, memberikan masukan terkait nama yang sebaiknya digunakan oleh madrasah di Prangas. Menurutnya, nama yang lebih tepat adalah Miftahul Huda, dengan alasan agar ada kesamaan misi antara madrasah di Dusun Prangas dengan madrasah Darul Huda yang sudah ada di Klepu. Seperti diketahui, kedua lembaga ini berada di bawah naungan desa Klepu, sehingga dari sisi semangat dan visi, memiliki hubungan yang erat.

Dalam sebuah kesempatan bersama H. M. Nur, H. Abdul Aziz mengungkapkan kelakar yang cukup menarik. Beliau menyatakan bahwa Darul Huda adalah rumahnya petunjuk, sementara Miftahul Huda adalah kuncinya petunjuk. Menurut beliau, dua nama ini sangat cocok dan saling melengkapi. Pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa Darul Huda sebagai tempat bernaung memiliki peran sebagai pusat yang memberikan petunjuk, sedangkan Miftahul Huda sebagai kunci bisa menjadi simbol yang membuka jalan untuk menuju petunjuk tersebut.

Mendengar hal itu, H. M. Nur seolah terkesan dan merasa cocok dengan gagasan tersebut. Namun, meskipun ia merasa sepakat dengan saran nama Miftahul Huda, beliau tetap berpikir panjang. Sebagai salah satu pendiri madrasah di Prangas, H. M. Nur merasa tidak enak jika hanya mengambil keputusan sendiri tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan rekan-rekannya yang juga terlibat dalam pendirian madrasah tersebut terutama dengan kakak beliau yaitu H. Dumyati. Ini merupakan tanda bahwa H. M. Nur menghargai prinsip musyawarah dan ingin melibatkan semua pihak dalam proses pengambilan keputusan yang penting, terutama terkait dengan identitas lembaga pendidikan tersebut.

Setelah pertemuan itu, H. M. Nur segera menyampaikan usulan nama Miftahul Huda kepada pengurus madrasah yang ada saat itu. Namun, tidak semua pengurus sepakat dengan saran tersebut. Beberapa dari mereka menganggap bahwa nama Miftahul Huda terlalu mirip dengan Darul Huda, dan ada kekhawatiran bahwa penggunaan nama tersebut akan terkesan meniru. Kekhawatiran ini muncul karena masyarakat umum mungkin akan menilai bahwa madrasah di Prangas hanya mengikuti nama yang sudah lebih dulu ada di Klepu, dan ini bisa menurunkan kesan orisinalitas dan keunikan madrasah di Prangas.

Dengan adanya perbedaan pendapat ini, pembicaraan mengenai nama madrasah masih belum dapat diputuskan. Proses ini menunjukkan bahwa dalam setiap keputusan yang diambil, apalagi yang menyangkut nama yang akan menjadi identitas sebuah lembaga pendidikan, terdapat banyak pertimbangan yang harus dihadapi. Pertimbangan tersebut bukan hanya berkaitan dengan kesamaan visi dan misi, tetapi juga melibatkan aspek sosial dan budaya setempat. Keputusan terkait nama madrasah ini memerlukan musyawarah yang lebih mendalam agar semua pihak yang terlibat merasa puas dan tidak ada yang merasa dirugikan.

H. M. Nur dan pengurus madrasah di Prangas masih perlu waktu untuk berdiskusi lebih lanjut agar dapat mencapai kesepakatan yang tepat. Mereka perlu mencari jalan tengah yang tidak hanya sesuai dengan visi dan misi lembaga pendidikan tersebut, tetapi juga dapat diterima oleh seluruh pihak yang berkepentingan.

Karena kesulitan untuk memilih nama, para tokoh pengurus memutuskan untuk mengutus H. M. Nur, Bapak Rifa'i dan Bapak Paimin untuk membawa nama-nama tersebut kepada seorang kiyai di Madura untuk dilakukan istikharah, yaitu berdoa agar diberikan petunjuk yang terbaik mengenai nama yang akan dipilih, yaitu antara Darul Ulun, Miftahul Ulum dan Miftahul Huda.

Setelah dua hari perjalanan melelahkan, H. M. Nur dan rombongan tiba di rumah kiyai tersebut. Setelah menyampaikan maksud dan tujuan mereka, sang kiyai meminta waktu sejenak untuk masuk ruangan lain dan melakukan istikharah. Sekitar satu jam kemudian, kiyai tersebut keluar dari kamarnya sambil membawa sebuah kertas bertuliskan Miftahul Huda dalam bahasa Arab. Kiyai tersebut memberikan petunjuk bahwa nama Miftahul Huda adalah nama yang terbaik untuk madrasah yang akan didirikan.

Dengan perasaan gembira, rombongan tersebut kembali ke Prangas, dan pada hari Rabu sore setelah Asar, para pengurus dan tokoh masyarakat mengadakan pertemuan untuk memutuskan nama resmi madrasah. Setelah mendengarkan hasil istikharah tersebut, para pengurus dan tokoh masyarakat sepakat untuk menamai madrasah mereka dengan nama Miftahul Huda, yang berarti Pembuka/Kunci Petunjuk.
Penyebutan dan Pengembangan Madrasah
Sejak saat itu, madrasah tersebut dikenal dengan nama Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda. Meskipun pada saat yang sama sudah ada lembaga pendidikan dasar lain di sekitar Prangas, yaitu SD Impres, para pendiri madrasah tetap ingin agar Miftahul Huda bisa bertahan dengan ciri khasnya, yaitu memberikan pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, sepakatlah untuk menyebut lembaga pendidikan ini dengan nama Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda, yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga pendidikan dasar yang sesuai dengan kebutuhan zaman.
Transformasi dan Perkembangan Madrasah
Seiring berjalannya waktu, Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda terus berkembang. Semula hanya menampung beberapa puluh siswa dengan bangunan yang sangat sederhana, namun seiring dengan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan, jumlah siswa yang mendaftar semakin meningkat. Proses belajar mengajar yang awalnya sederhana dan informal pun kini semakin terstruktur dan sistematis.

Pada tahun-tahun berikutnya, Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda mulai memperluas kurikulumnya. Selain mengajarkan agama Islam, madrasah ini juga memberikan pelajaran umum yang meliputi bahasa Indonesia, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan sosial, agar para siswa tidak hanya terampil dalam bidang agama, tetapi juga siap menghadapi tuntutan dunia modern. Hal ini menunjukkan bahwa Miftahul Huda berkomitmen untuk menyediakan pendidikan yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan.
Legasi dan Peran Madrasah dalam Masyarakat
Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda kini telah berkembang menjadi pusat pendidikan yang penting di Prangas dan sekitarnya. Banyak lulusan madrasah ini yang kini menjadi tokoh masyarakat, pengusaha, guru, dan pekerja profesional yang berperan aktif dalam pembangunan daerah mereka. Lulusan madrasah ini tidak hanya cerdas dalam ilmu agama, tetapi juga memiliki keterampilan hidup yang berguna untuk menghadapi tantangan di dunia kerja.

Selain itu, madrasah ini juga menjadi pusat pemberdayaan masyarakat. Banyak program sosial dan pendidikan yang diadakan untuk meningkatkan kualitas hidup warga sekitar. Pendidikan agama yang diberikan di Miftahul Huda turut membantu memperkuat akhlak dan moral masyarakat, sehingga terbentuk generasi muda yang lebih baik dalam menghadapi tantangan zaman.
Kendala Kegiatan Belajar Mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda
Pada awal pendirian Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda di Dusun Prangas, terdapat berbagai kendala yang dihadapi oleh para pendiri dan pengelola madrasah. Salah satu masalah utama yang sangat mencolok adalah rendahnya tingkat kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pendidikan, terutama pendidikan agama. Sebagian besar orang tua di daerah tersebut masih menganggap bahwa anak-anak mereka lebih baik bekerja daripada menempuh pendidikan. Banyak orang tua yang mengharuskan anak-anak mereka bekerja dari pagi hingga siang hari, mengurus pertanian atau membantu orang tua di rumah, dan hanya sedikit yang menyadari bahwa pendidikan adalah kunci kemajuan di masa depan.
Tantangan Sosial dan Ekonomi Masyarakat
Masyarakat Prangas pada saat itu mayoritas berprofesi sebagai buruh tani serta petani, dan tingkat perekonomian mereka masih tergolong rendah. Oleh karena itu, banyak keluarga yang lebih memilih agar anak-anak mereka bekerja untuk membantu perekonomian keluarga, daripada menempuh pendidikan. Kondisi ini menambah tantangan bagi para tokoh pendiri madrasah yang berusaha mengajak masyarakat untuk menyekolahkan anak-anak mereka.

Kendala ekonomi ini juga berpengaruh pada kemampuan keluarga untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka, terutama dalam hal biaya transportasi dan kebutuhan pendidikan lainnya. Meskipun demikian, semangat para pendiri madrasah untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anak Prangas tidak surut. Mereka terus berupaya mencari solusi agar pendidikan agama dapat terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Di sisi lain, meskipun minat terhadap pendidikan agama semakin meningkat, banyak anak yang tidak bisa mengikuti pelajaran secara penuh karena keterbatasan waktu. Karena banyak anak yang harus bekerja pada pagi hari dan siang hari, hanya ada waktu terbatas untuk kegiatan belajar.
Solusi Menjadikan Waktu Sore sebagai Waktu Belajar
Menghadapi situasi ini, para tokoh pendiri madrasah, terutama H. Dumyati dan H. M. Nur, berinisiatif untuk melakukan penyesuaian waktu belajar agar dapat menampung kebutuhan masyarakat. Mereka memutuskan untuk memulai kegiatan belajar mengajar pada waktu sore, setelah jam Duhur hingga Asar. Keputusan ini sangat strategis, karena banyak orang tua yang akhirnya bersedia membiarkan anak-anak mereka untuk belajar di madrasah pada waktu sore, setelah mereka selesai bekerja di pagi hari.

Dengan cara ini, Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda berhasil mengakomodasi kebutuhan masyarakat, serta mengatasi tantangan waktu yang ada. Bahkan, banyak murid yang pada pagi harinya bersekolah di SD Impres (Sekolah Dasar Impres), kemudian melanjutkan ke Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda di sore harinya. Hal ini menjadi bukti bahwa masyarakat semakin menyadari pentingnya pendidikan agama sebagai tambahan bagi pendidikan formal yang diterima anak-anak mereka di sekolah dasar.

Dengan fleksibilitas ini, Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda mampu menjangkau lebih banyak anak-anak yang sebelumnya tidak bisa bersekolah karena faktor waktu. Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan pada sore hari ini juga membawa dampak positif terhadap perkembangan madrasah, yang semakin diminati oleh masyarakat.
Peningkatan Kualitas Pendidikan
Penerapan waktu belajar sore ini membuat jumlah siswa di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda semakin meningkat. Selain itu, para orang tua pun merasa lebih tenang karena anak-anak mereka mendapatkan pendidikan tambahan setelah belajar di SD. Pendidikan agama yang diberikan oleh madrasah menjadi pelengkap dari pendidikan umum yang mereka terima di SD, dan menjadi dasar yang kuat bagi pengembangan karakter serta moralitas anak-anak.

Dalam hal ini, para pengelola madrasah juga berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang diberikan kepada para siswa, meskipun dengan sarana yang terbatas. Para guru yang mengajar di madrasah juga sangat berdedikasi dan berusaha sebaik mungkin untuk memberikan pembelajaran yang berkualitas, meskipun dengan fasilitas yang sederhana. Keterbatasan ini justru menjadi tantangan yang memotivasi para pengelola dan pengajar untuk terus berinovasi dalam pembelajaran.
Penerapan Identitas Madrasah
Setelah berjalan beberapa tahun, Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda mulai berkembang. Dengan semakin banyaknya siswa yang terdaftar dan semakin terstruktur kegiatannya, kebutuhan akan identitas visual yang jelas mulai dirasakan. Identitas tersebut penting untuk memperkuat eksistensi madrasah dan memudahkan masyarakat mengenalinya. Oleh karena itu, pada tahun ketiga berdirinya madrasah, para pengelola madrasah mulai memperhatikan aspek ini.
Usulan dan Pengadopsian Logo
Sebagai upaya untuk memperkuat identitas kelembagaan, H. M. Nur mengusulkan agar Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda segera memiliki logo resmi. Untuk sementara waktu, beliau menyarankan agar madrasah tersebut mengadopsi logo milik Madrasah Ibtidaiyah Darul Huda Klepu, dengan melakukan penyesuaian pada bagian nama, yakni mengganti tulisan "Darul Huda" menjadi "Miftahul Huda".

Madrasah Ibtidaiyah Darul Huda Klepu dipilih sebagai acuan karena dikenal luas sebagai salah satu madrasah dengan reputasi yang baik di wilayah sekitarnya. Selain itu, madrasah tersebut telah lebih dahulu memiliki identitas visual resmi yang telah diterima dan dikenal oleh masyarakat. Dengan mengadopsi logo dari lembaga yang telah mapan, diharapkan Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda dapat segera memiliki identitas yang kuat, profesional, dan mudah dikenali oleh publik.

Keputusan untuk mengadopsi logo tersebut kemudian disampaikan oleh H. M. Nur kepada H. Abd Aziz, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Desa Klepu. Setelah mempertimbangkan dengan saksama, H. Abd Aziz menyampaikan hal ini kepada Ustadz M. Djam'un, selaku Kepala Madrasah Ibtidaiyah Darul Huda Klepu. Setelah mendengar hal ini Ustadz M. Djam'un menerima keputusan tersebut dengan penuh antusias dan memberikan persetujuannya sebagai bentuk dukungan terhadap kemajuan pendidikan Islam di wilayah Prangas.

Sejak saat itu, logo Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda resmi mengadopsi desain dari Madrasah Ibtidaiyah Darul Huda Klepu, dengan penyesuaian nama sebagai identitas baru. Langkah ini menjadi simbol sinergi dan kolaborasi antar lembaga pendidikan Islam dalam rangka membangun citra madrasah yang kuat, berkarakter, dan terpercaya di tengah masyarakat.
Kerja Sama antara Miftahul Huda dan Darul Huda Klepu
Pengadopsian logo ini menandai dimulainya kerja sama antara Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda dan Madrasah Ibtidaiyah Darul Huda Klepu. Kerja sama ini semakin erat seiring berjalannya waktu, terutama dalam hal pelaksanaan ujian akhir. Karena pada awalnya Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda belum terdaftar secara resmi di Kantor Departemen Agama, maka ujian untuk siswa-siswi yang lulus dari Miftahul Huda diikutkan di Madrasah Ibtidaiyah Darul Huda Klepu.

Proses ujian ini menunjukkan solidaritas yang kuat antar lembaga pendidikan Islam di wilayah tersebut, dan juga memperkuat hubungan antara masyarakat Prangas dan Klepu. Meskipun Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda belum memiliki status resmi, para pengelolanya tetap berusaha memberikan pendidikan yang terbaik bagi para siswa. Hal ini mencerminkan semangat kebersamaan dan persatuan yang kuat di antara lembaga pendidikan Islam di sekitar wilayah tersebut.
Perjuangan Pengelolaan Madrasah
Sebagaimana yang diketahui, awal berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Prangas berawal dari peran penting beberapa individu yang memiliki hubungan keluarga dekat dengan H. Asy'ari. Setelah menyelesaikan pendidikan mereka di pondok pesantren, beberapa anggota keluarga H. Asy'ari, yang memiliki ilmu agama yang luas, kembali ke kampung halaman mereka dan mulai memberikan kontribusi besar dalam pengajaran agama Islam kepada masyarakat setempat. Mereka bertekad untuk membangun pendidikan agama yang berkualitas di kampung halaman mereka, yang pada saat itu masih sangat membutuhkan lembaga pendidikan yang dapat menampung dan mendidik anak-anak dengan baik.

Para tokoh ini mulai mengajarkan ilmu agama di berbagai tempat, dan seiring dengan berkembangnya minat masyarakat, akhirnya mereka menyadari bahwa sudah saatnya untuk mendirikan sebuah madrasah yang dapat menjadi tempat belajar yang lebih terstruktur dan formal. Dengan semangat kebersamaan, mereka mulai merancang dan membangun Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Prangas, yang menjadi tempat di mana anak-anak dari berbagai keluarga di sekitar mereka bisa belajar agama dengan baik. Madrasah ini tidak hanya menjadi pusat pendidikan agama, tetapi juga pusat pembentukan karakter yang mulia bagi generasi muda.

Untuk memimpin kegiatan belajar mengajar di madrasah tersebut, ditunjuklah Bapak Abdul Latif sebagai Kepala Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Prangas. Dalam peranannya sebagai kepala madrasah, Bapak Abdul Latif tidak hanya bertanggung jawab dalam manajemen dan administrasi madrasah, tetapi juga berperan aktif dalam membimbing para guru dan memastikan bahwa proses belajar mengajar berjalan dengan lancar. Untuk mendukungnya, para guru-guru yang mengajar di madrasah ini sebagian besar adalah warga sekitar yang memiliki semangat tinggi dalam mengajar dan menanamkan nilai-nilai agama kepada anak-anak. Beberapa di antaranya adalah Bapak Fadil, Bapak Ladi, Bapak Mukti, Bapak Sanhaji, Bapak Ismail, Bapak Syarifuddin, dan Bapak M. Sa'id. Di samping itu, banyak ibu-ibu dari masyarakat sekitar yang turut berperan penting dalam proses pengajaran, seperti Ibu Sumarsih, Ibu Ti'ah, Ibu Nasiyem, Ibu Rumini, Ibu Harmi, Ibu Musta'inah, Ibu Atika, dan Ibu Suminah. Mereka bekerja dengan penuh dedikasi untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak yang belajar di madrasah ini.

Seiring berjalannya waktu, Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Prangas semakin dikenal oleh masyarakat dan jumlah siswa yang mendaftar pun semakin meningkat. Hal ini tentu membawa dampak positif, karena semakin banyak anak-anak yang mendapatkan pendidikan agama dengan baik. Namun, perjalanan madrasah ini tidak selalu mulus. Setelah beberapa tahun, Bapak Abdul Latif, yang telah memberikan kontribusi besar dalam pembangunan dan pengembangan madrasah, meninggal dunia. Sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa-jasa beliau, maka untuk menggantikan posisi Kepala Madrasah, ditunjuklah Bapak Abdul Mukti.

Di bawah kepemimpinan Bapak Abdul Mukti, Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Prangas terus berkembang. Salah satu langkah penting yang dilakukan oleh beliau adalah menambah jumlah guru, untuk mengakomodasi semakin banyaknya siswa yang mendaftar. Pada masa kepemimpinan beliau, masuklah Bapak Abdulloh dan Ibu Fatimah sebagai guru-guru baru yang turut berperan dalam memberikan pendidikan agama kepada anak-anak. Kepemimpinan Bapak Abdul Mukti juga menekankan pentingnya kualitas pendidikan yang tidak hanya berfokus pada pengajaran ilmu agama, tetapi juga mencetak generasi yang berakhlak mulia dan siap menghadapi tantangan zaman yang terus berkembang.

Seiring berjalannya waktu, karena berbagai alasan, Bapak Abdul Mukti memutuskan untuk menyerahkan kepemimpinan Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Prangas kepada pengurus madrasah agar beliau digantikan. Maka, setelah melalui proses yang matang, Bapak M. Sa'id ditunjuk sebagai Kepala Madrasah yang baru. Masa kepemimpinan Bapak M. Sa'id cukup singkat, sekitar 2 hingga 3 tahun, namun beliau berhasil menjaga kelangsungan madrasah dengan memperkenalkan beberapa inovasi dalam sistem pengajaran. Di masa beliau, beberapa guru baru bergabung untuk menggantikan guru-guru sepuh yang sudah uzur atau tidak bisa melanjutkan mengajar. Di antaranya adalah Ibu Sopiyah dan Ibu Fatimah Wahid yang masing-masing memberikan kontribusi besar dalam mendidik siswa-siswi di madrasah ini.

Setelah masa kepemimpinan Bapak M. Sa'id, jabatan Kepala Madrasah kembali kosong. Kemudian, H. Abdulloh, yang sebelumnya telah berperan penting sebagai guru, ditunjuk untuk memimpin madrasah ini. Di bawah kepemimpinan beliau, Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Prangas semakin berkembang dan menarik lebih banyak perhatian. Beliau juga membawa banyak perubahan dengan menambah sejumlah guru baru untuk menggantikan guru-guru lama yang berhenti atau pensiun. Pada masa kepemimpinan H. Abdulloh, beberapa guru baru yang bergabung antara lain Bapak Syaifuddin Zuhri (1992), Ibu Alfiyah (1995), Bapak Nasihin (1995), Ibu Isnani (1996), Ibu Muliati (1996), Bapak Nur Kholiq (1996), Bapak M. Sakur (1996), Bapak Mukit (1996), Bapak A. Shodiqin (1998), Bapak Bahrul Amin (2000), Bapak Sholeh (2000) dan Ibu Sholihah (2003). Dengan semakin banyaknya tenaga pengajar yang berkualitas, Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Prangas mampu menjaga eksistensinya sebagai pusat pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral dan karakter yang baik kepada setiap siswanya.

Dalam perjalanan panjangnya, Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Prangas telah berhasil mencetak banyak generasi yang berakhlak mulia dan siap menghadapi tantangan zaman. Madrasah ini tidak hanya menjadi tempat untuk mendapatkan ilmu agama, tetapi juga menjadi tempat untuk menanamkan nilai-nilai kehidupan yang penting, seperti kedisiplinan, kejujuran, dan rasa tanggung jawab. Dengan dukungan dari para guru yang berdedikasi tinggi dan peran aktif masyarakat, Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Prangas terus berkembang menjadi lembaga pendidikan yang memberikan kontribusi besar bagi kemajuan pendidikan agama di daerah tersebut.

Meski begitu, perjalanan Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda masih dihadapkan pada berbagai kendala lainnya, terutama dalam hal keterbatasan sarana dan prasarana. Gedung madrasah yang ada pada waktu itu masih sangat sederhana dan jauh dari memadai. Meskipun demikian, H. M. Nur sebagai penyokong utama biaya operasional madrasah terus berupaya agar madrasah ini tetap bisa beroperasi. Beliau seringkali menggunakan dana pribadi untuk membiayai operasional madrasah, membeli perlengkapan sekolah, serta membayar gaji guru-guru yang mengajar.
Kerja Sama dengan Masyarakat dan Penggalangan Dana
Sadar akan keterbatasan dana dan fasilitas, H. M. Nur mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan madrasah ini. Beliau terus menggalang dukungan dari masyarakat sekitar dengan cara mengajak mereka untuk ikut serta dalam pemeliharaan dan pengembangan madrasah. Selain itu, beliau juga mengajak para dermawan untuk menyisihkan sebagian rezekinya untuk mendukung kelangsungan kegiatan belajar mengajar di madrasah.

Semangat gotong-royong dan kebersamaan yang ditunjukkan oleh masyarakat sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan dan perkembangan Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda. Tanpa adanya partisipasi aktif dari masyarakat, besar kemungkinan madrasah ini tidak akan mampu bertahan dan berkembang seperti sekarang.
Peran Penting H. Dumyati dalam Pengelolaan Madrasah
H. Dumyati memainkan peran yang sangat penting dalam pengelolaan madrasah, terutama sebagai penggagas berdirinya lembaga pendidikan tersebut. Dengan visi yang jauh ke depan, beliau berupaya mewujudkan pendidikan yang berkualitas untuk umat. Salah satu langkah strategis yang beliau ambil adalah merekrut tenaga pengajar yang baru lulus dari sekolah umum maupun pesantren.

Keuletan beliau dalam mengelola kegiatan pembelajaran menjadi faktor kunci keberhasilan madrasah yang beliau dirikan. Dengan menggabungkan pendidikan umum dan pesantren, beliau berusaha menciptakan suasana belajar yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan umum dengan nilai-nilai agama yang kuat. Hal ini tentu saja memberikan kontribusi besar bagi perkembangan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang mampu mencetak generasi yang berilmu, berakhlak mulia, dan siap menghadapi tantangan zaman.
Peran Penting H. M. Nur dalam Pengelolaan Madrasah
H. M. Nur adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan di Prangas, khususnya dalam pengelolaan dan pendanaan madrasah. Sejak awal, beliau memahami betul bahwa pendidikan adalah kunci utama untuk mencetak generasi yang cerdas, berbudi pekerti luhur, dan siap menghadapi tantangan zaman. Dengan dedikasi yang luar biasa, H. M. Nur tidak hanya berperan sebagai pengelola, tetapi juga sebagai pembimbing dan motivator yang selalu memberikan arahan bagi para pengurus, pengajar dan siswa di madrasah.

Beliau sangat memahami bahwa pendidikan agama bukan hanya sekadar transfer ilmu, tetapi juga pembentukan karakter yang dapat membimbing individu untuk hidup sesuai dengan ajaran agama. Untuk itu, H. M. Nur tidak ragu untuk menginvestasikan harta pribadinya demi memastikan bahwa madrasah dapat berkembang dan memberikan pendidikan terbaik. Keberanian beliau dalam mengalokasikan sumber daya pribadinya untuk kebutuhan madrasah menunjukkan komitmen yang tinggi terhadap keberlanjutan pendidikan agama yang berkualitas, meskipun dalam keadaan yang penuh tantangan.

Tidak hanya itu, H. M. Nur juga selalu menekankan pentingnya integritas dalam pengelolaan madrasah, termasuk transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana. Beliau percaya bahwa hanya dengan pengelolaan yang baik, madrasah dapat terus berkembang dan mampu memberikan dampak positif yang luas bagi masyarakat. Dengan visi yang jelas, H. M. Nur berupaya untuk menciptakan generasi yang tidak hanya unggul dalam ilmu pengetahuan, tetapi juga memiliki akhlak yang mulia, mampu berkontribusi positif bagi bangsa dan negara.

Selain itu, beliau juga mengajak berbagai pihak, baik masyarakat, pemerintah, maupun sektor swasta, untuk berperan aktif dalam mendukung pendidikan agama di madrasah. Melalui pendekatan yang inklusif dan kerja sama yang baik, beliau berharap pendidikan agama dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, khususnya bagi mereka yang membutuhkan. Dengan semangat dan perjuangan yang tak kenal lelah, H. M. Nur telah meninggalkan jejak yang sangat berarti dalam dunia pendidikan, yang akan terus dikenang dan diteruskan oleh generasi berikutnya.

Dengan segala upaya dan visi yang dimilikinya, H. M. Nur telah membuktikan bahwa pendidikan, khususnya pendidikan agama yang berada di Dusun Prangas, adalah investasi jangka panjang yang sangat berharga bagi masa depan anak bangsa. Jejak langkah beliau menginspirasi banyak orang untuk terus berkontribusi dalam dunia pendidikan, menjadikan madrasah sebagai tempat yang tidak hanya memberikan ilmu, tetapi juga membentuk karakter dan akhlak yang baik.
Peran Penting Bapak Moh. Rifa'i dalam Pengelolaan Madrasah
Beliau salah satu tokoh yang berperan aktif dalam pengembangan madrasah di Prangas, dimulai dari pendirian hingga mulai berkembang. Beliau masih sepupu H. Dumyati putra dari paman beliau H. Syamsuddin.

Diantara peran beliau yaitu menggantikan H. M. Nur sebagai ketua pengurus setelah beliau sepuh, memasukkan putra dan mantunya yaitu Bapak M. Said dan Istrinya yang bernama Ibu Tika untuk ikut serta mengajar di madrasah, menjadi salah satu pendana ketika madrasah kekurangan dana serta mengajak masyarakat agar giat mengembangkan madrasah
Peran Penting Bapak Paimin dalam Pengelolaan Madrasah
Bapak Paimin memainkan peran yang sangat penting dalam pengelolaan madrasah, Sejak pertama kali bergabung, beliau tidak hanya terlibat dalam kegiatan sehari-hari, tetapi juga aktif memberikan kontribusi signifikan dalam pengembangan dan peningkatan kualitas madrasah. Salah satu aspek yang menonjol dari beliau adalah kemampuannya untuk selalu hadir dan membantu kapan pun dibutuhkan, baik dalam keadaan biasa maupun di saat-saat kritis.

Sebagai seorang pengelola yang penuh dedikasi, Beliau selalu berusaha untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, Bapak Paimin juga dikenal sebagai sosok yang aktif mendengarkan aspirasi guru, memberikan dukungan moral, serta menawarkan solusi praktis untuk mengatasi berbagai kendala yang muncul.

Di saat dibutuhkan, beliau tidak ragu untuk turun tangan langsung, membantu menangani masalah, mengatasi kendala operasional. Ketika madrasah menghadapi situasi darurat atau masalah mendesak, Bapak Paimin selalu hadir dengan penuh tanggung jawab, memastikan bahwa solusi terbaik dapat ditemukan dengan cepat dan tepat.
Keberlanjutan dan Harapan Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda
Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda, sejak awal pendiriannya, telah menghadapi beragam tantangan yang menguji ketahanan dan tekad para pendirinya. Namun, semangat dan komitmen yang kuat dari para pendiri dan pengelola madrasah telah menjadi pilar yang memastikan keberlanjutan lembaga ini, sekaligus membawa harapan besar bagi masa depannya.
  1. Tantangan Awal Pendiriannya
    Pada masa-masa awal, Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda tidak lepas dari berbagai tantangan, baik dalam hal sumber daya manusia, keuangan, maupun infrastruktur. Sebagai lembaga pendidikan yang bercita-cita menyebarkan ilmu pengetahuan sekaligus nilai-nilai keagamaan, madrasah ini menghadapi kendala terbatasnya dana, fasilitas yang belum memadai, serta kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat dan lembaga pendidikan formal lainnya.

    Selain itu, minimnya pemahaman tentang pentingnya pendidikan berbasis agama dan umum di kalangan sebagian masyarakat menjadi hambatan tersendiri. Namun, para pendiri dengan keyakinan tinggi tetap melangkah maju, berusaha menyusun program pendidikan yang dapat memadukan ilmu agama dengan pengetahuan umum, serta menumbuhkan rasa cinta tanah air dan nilai-nilai moral yang kuat pada generasi muda.
  2. Ketekunan dan Semangat Pengelola
    Meskipun dihadapkan dengan berbagai kesulitan, semangat para pendiri dan pengelola madrasah tidak pernah luntur. Mereka dengan tekun berusaha menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, mulai dari tokoh masyarakat, lembaga pemerintah, hingga dunia usaha, guna mendapatkan dukungan yang diperlukan. Mereka juga fokus pada peningkatan kualitas pendidikan, baik dari sisi kurikulum, metode pengajaran, maupun kesejahteraan guru dan tenaga pendidik.

    Para pendiri Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda juga memiliki visi yang jelas untuk menciptakan lembaga pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu dunia, tetapi juga menanamkan nilai-nilai keagamaan yang dapat membentuk karakter siswa menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan bermanfaat bagi masyarakat. Dengan semangat tersebut, meski melalui jalan yang berliku, madrasah ini perlahan mulai dikenal dan diterima oleh masyarakat sekitar.
  3. Keberlanjutan Madrasah
    Keberlanjutan Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda tidak hanya tergantung pada kesuksesan dalam mengatasi tantangan yang ada, tetapi juga pada kemampuannya untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman. Salah satu kunci keberlanjutan madrasah ini adalah kemampuan untuk tetap menjaga kualitas pendidikan yang relevan dengan kebutuhan dunia yang terus berubah, tanpa mengabaikan dasar-dasar agama yang menjadi ciri khasnya.

    Untuk itu, madrasah terus berusaha memperbaiki dan meningkatkan infrastruktur, kurikulum, serta metode pengajaran yang digunakan. Misalnya, penerapan teknologi dalam pembelajaran yang memudahkan akses siswa pada informasi global, sekaligus menjaga nilai-nilai keislaman melalui pembelajaran agama yang intensif. Pendekatan ini bertujuan agar para siswa tidak hanya menjadi generasi yang cerdas, tetapi juga berakhlak mulia dan dapat bersaing di dunia yang semakin kompetitif.
  4. Harapan untuk Masa Depan
    Harapan besar untuk masa depan Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda terletak pada kemampuannya untuk terus mengembangkan kapasitas pendidikan secara berkelanjutan. Para pengelola madrasah berupaya agar lembaga ini menjadi tempat yang tidak hanya mengembangkan potensi intelektual siswa, tetapi juga melatih mereka untuk menjadi pemimpin yang berlandaskan nilai-nilai agama dan moral yang kokoh.

    Selain itu, dengan meningkatnya dukungan dari masyarakat dan lembaga terkait, Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda diharapkan dapat memperluas jangkauan layanan pendidikan, bahkan menjangkau masyarakat yang sebelumnya belum dapat mengakses pendidikan berkualitas. Oleh karena itu, pengembangan program-program beasiswa, pelatihan keterampilan, serta penguatan jejaring dengan madrasah-madrasah lain menjadi hal yang sangat penting.
Era Kepemimpinan MI Miftahul Huda
Madrasah Ibtidaiyah (MI) Miftahul Huda, yang didirikan dengan semangat untuk meningkatkan kualitas pendidikan di desa Prangas, telah melalui beberapa periode kepemimpinan yang berperan besar dalam perkembangan lembaga ini. Proses perjalanan MI Miftahul Huda sejak awal berdirinya tidak terlepas dari tantangan dan dinamika, baik dalam segi fisik bangunan maupun pembelajaran. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai era kepemimpinan di madrasah ini.

1. Masa Awal Berdiri dan Pendirian Madrasah

Pada awal berdirinya, MI Miftahul Huda belum memiliki istilah atau jabatan formal seperti "kepala madrasah" yang dikenal sekarang. Pendirian madrasah ini lebih bersifat inisiatif masyarakat dan tokoh agama setempat yang ingin meningkatkan pendidikan agama dan umum bagi anak-anak di desa Prangas. Dalam masa awal ini, pengelolaan madrasah masih bersifat kolektif dan tidak terstruktur formal, dengan peran H. M. Nur sebagai tokoh utama dalam inisiasi berdirinya madrasah.

2. Penunjukan Kepala Madrasah Pertama
Seiring berjalannya waktu dan semakin berkembangnya jumlah siswa, kebutuhan untuk mengelola madrasah dengan lebih terstruktur menjadi semakin jelas. Pada awalnya, kegiatan pendidikan di madrasah ini berjalan secara informal dan sangat bergantung pada semangat para pendirinya serta partisipasi aktif masyarakat sekitar. Namun, dengan semakin banyaknya siswa yang mendaftar dan meningkatnya tuntutan untuk memberikan pendidikan yang lebih baik dan terorganisir, muncul kebutuhan untuk membentuk struktur pengelolaan yang lebih sistematis dan terstruktur.

Menyadari pentingnya langkah tersebut, H. M. Nur mengambil inisiatif dengan mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki perhatian besar terhadap pendidikan untuk membahas langkah-langkah selanjutnya. Dalam pertemuan tersebut, keputusan penting diambil untuk menunjuk seorang kepala madrasah yang dapat memimpin dan mengelola operasional madrasah dengan baik. Hal ini dianggap sebagai langkah yang sangat strategis, mengingat tantangan yang semakin besar dalam hal pengelolaan siswa, kurikulum, serta fasilitas pendidikan yang perlu ditingkatkan.

Pada tahun-tahun awal tersebut, Bapak Abd Latif dipercayakan untuk menjadi kepala madrasah pertama. Penunjukan beliau sebagai kepala madrasah pertama merupakan keputusan yang sangat tepat, mengingat pengalaman dan dedikasi Bapak Abd Latif dalam dunia pendidikan. Di bawah kepemimpinannya, madrasah mulai mengenal struktur yang lebih formal. Ia mulai memperkenalkan pembagian tugas yang jelas antara para pengajar, pembagian waktu yang lebih teratur untuk kegiatan belajar mengajar, serta pemanfaatan ruang kelas yang lebih efisien. Ini semua bertujuan untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih terorganisir dan profesional.

Bapak Abd Latif juga berupaya untuk memperkenalkan pengelolaan administrasi yang lebih baik, mulai dari pencatatan kehadiran siswa, pengelolaan kurikulum, hingga pelaporan kegiatan madrasah. Struktur formal yang dibangun di bawah kepemimpinan beliau memungkinkan madrasah untuk berkembang lebih pesat dan lebih siap dalam menghadapi tantangan pendidikan yang semakin kompleks.

Dengan terbentuknya sistem pengelolaan yang lebih terstruktur, MI Miftahul Huda dapat melayani lebih banyak siswa dengan kualitas pendidikan yang lebih baik. Langkah-langkah ini tidak hanya memberikan dampak positif pada pengelolaan madrasah, tetapi juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan madrasah untuk memberikan pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan harapan orang tua siswa. Kepemimpinan Bapak Abd Latif menjadi fondasi penting bagi perkembangan madrasah, yang terus berkembang dan menjadi lembaga pendidikan yang dihormati hingga saat ini.

3. Perkembangan di Masa Kepemimpinan setelah Bapak Abd Latif
Setelah masa kepemimpinan Bapak Abdul Latif, posisi kepala madrasah kemudian digantikan oleh Bapak Abd Mukti, yang melanjutkan pengelolaan dan pengembangan madrasah. Bapak Abd Mukti membawa beberapa perubahan penting dalam struktur dan organisasi madrasah, meskipun tantangan tetap ada dengan berkembangnya jumlah siswa yang semakin pesat. Kepemimpinan beliau menjadi bagian dari proses transisi menuju sistem yang lebih terstruktur dan terorganisir.

Kemudian, setelah beberapa tahun, posisi kepala madrasah dipegang oleh Bapak M. Sa’id. Di bawah kepemimpinan beliau, madrasah terus berkembang dalam hal kualitas pendidikan dan fasilitas, meskipun beliau lebih fokus pada aspek penguatan pondasi akademik dan pengembangan sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pengajaran dilakukan dengan menambah tenaga pengajar dan memperbarui metode pengajaran agar lebih relevan dengan kebutuhan siswa serta perkembangan zaman. Bapak M. Sa’id juga berperan dalam memastikan kelangsungan pendidikan yang bermutu, yang menjadi dasar bagi kemajuan madrasah.

Namun, perubahan besar terjadi ketika posisi kepala madrasah diambil alih oleh Bapak H. Abdulloh. Kepemimpinan beliau menandai titik balik yang signifikan dalam sejarah MI Miftahul Huda. Di bawah kepemimpinan Bapak H. Abdulloh, madrasah ini mengalami transformasi yang cukup pesat, baik dalam aspek fisik maupun kualitas pembelajaran. Salah satu langkah utama yang beliau ambil adalah fokus pada perbaikan dan pengembangan fasilitas fisik madrasah. Beliau menyadari bahwa lingkungan belajar yang nyaman, aman, dan kondusif sangat penting dalam mendukung proses pendidikan. Oleh karena itu, beliau melakukan renovasi ruang kelas, memperbaiki fasilitas pendukung seperti perpustakaan dan ruang kegiatan siswa, serta menyediakan alat-alat pembelajaran yang lebih modern dan bervariasi.

Selain perbaikan fisik, Bapak H. Abdulloh juga memperkenalkan berbagai program pembelajaran baru yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Ia menekankan pentingnya pembelajaran yang tidak hanya berfokus pada ilmu pengetahuan, tetapi juga pada pengembangan karakter siswa. Salah satu fokus utamanya adalah memperkuat pendidikan agama, dengan menyelenggarakan pelatihan-pelatihan tambahan bagi para guru dalam metode pengajaran agama yang lebih efektif dan relevan dengan perkembangan zaman. Beliau juga aktif memperkenalkan teknologi dalam pembelajaran, memanfaatkan media digital untuk menunjang proses belajar mengajar.

Di sisi lain, Bapak H. Abdulloh juga menambah jumlah guru yang berkompeten dan berdedikasi, baik dari dalam maupun luar daerah. Beberapa di antaranya adalah Bapak M. Bahrul Amin (Druju), Bapak Sholeh (Druju), Ibu Sholihah (Prangas), Bapak Sugeng Prayitno (Gedok), Bapak Teguh (Gedok), dan Ibu Suriati (Prangas). Penambahan tenaga pengajar ini sangat penting mengingat jumlah siswa yang terus meningkat setiap tahunnya. Kehadiran guru-guru baru tidak hanya menambah kapasitas tenaga pengajar, tetapi juga membawa semangat dan inovasi baru dalam proses pendidikan. Dengan tambahan tenaga pengajar yang berkualitas, proses pembelajaran menjadi lebih efektif, dan siswa mendapatkan perhatian yang lebih baik.

Perubahan-perubahan besar yang terjadi di bawah kepemimpinan Bapak H. Abdulloh tidak hanya memberikan dampak positif pada infrastruktur dan sistem pengajaran, tetapi juga membawa perubahan dalam citra madrasah di mata masyarakat. MI Miftahul Huda yang sebelumnya lebih dikenal sebagai lembaga pendidikan sederhana, kini berkembang menjadi madrasah yang dihormati dan dipercaya oleh masyarakat. Keberhasilan ini tercermin dari semakin banyaknya orang tua yang mendaftarkan anak-anak mereka untuk bersekolah di MI Miftahul Huda, karena mereka melihat adanya komitmen terhadap pendidikan berkualitas dan perkembangan yang pesat di madrasah ini.

Dengan berbagai langkah dan kebijakan yang diambil, Bapak H. Abdulloh berhasil membawa MI Miftahul Huda ke arah yang lebih maju. Pembaruan fasilitas, peningkatan kualitas pendidikan, serta penambahan jumlah guru yang berkualitas, menjadikan MI Miftahul Huda sebagai lembaga pendidikan yang lebih siap untuk menghadapi tantangan pendidikan di masa depan. Kepemimpinan beliau mengubah MI Miftahul Huda menjadi lembaga yang tidak hanya berfokus pada pencapaian akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter dan akhlak siswa yang kokoh, serta kesiapan menghadapi tantangan dunia yang semakin kompleks.

H. Abdulloh banyak melakukan perbaikan fasilitas fisik madrasah, serta merekrut tenaga pengajar yang berkualitas. Salah satu inovasi terbesar adalah penerimaan guru-guru baru yang berasal tidak hanya dari desa Prangas, namun juga dari desa-desa sekitar seperti Druju, Gedok, dan Klepu. Kebijakan ini memungkinkan adanya keberagaman dalam metode pengajaran dan memperkaya pengalaman belajar siswa.

Dimasa perjuangan yang menggebu penuh semangat, karena suatu alasan H. Abdulloh harus menyerahkan tampuk kepemimpinan sebagai kepala madrasah kepada Bpk Muhtarom, seorang kepala perpanjangan dari Kemenag Kab Malang. Sejak saat itu berakhirlah H. Abdulloh sebagai kepala Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda digantikan Bpk. Muhtarom.

4. Peralihan Kepemimpinan ke H. Abdulloh

Setelah sembilan bulan masa kepemimpinan Bapak Muhtarom, H. Abdulloh kembali dipercaya untuk memimpin madrasah. Pada masa kepemimpinan H. Abdulloh, upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan terus dilakukan. Peningkatan sarana dan prasarana serta pemberdayaan tenaga pendidik menjadi prioritas utama dalam upaya mencapai pendidikan yang lebih baik. Beliau memimpin madrasah ibtidaiyah Miftahul Huda puluhan tahun sehingga menjelma menjadi salah satu sekolah favorit di Prangas.

5. Peralihan Kepemimpinan pada Ibu Alfiyah

Pada tahun 2010, terjadi perubahan besar dalam kepemimpinan Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda, di mana posisi kepala madrasah dipegang oleh Ibu Alfiyah. Peralihan ini terjadi setelah adanya rekomendasi dari H. Abdulloh, yang melihat potensi dan komitmen Ibu Alfiyah dalam mengembangkan madrasah lebih lanjut. Meskipun dihadapkan dengan berbagai tantangan, termasuk adanya penolakan dari beberapa pihak, Ibu Alfiyah tetap menerima amanah tersebut dan terus berusaha mengembangkan madrasah dengan penuh dedikasi.

6. Kepemimpinan Ibu Alfiyah dan Tantangan yang Dihadapi

Pada masa kepemimpinan Ibu Alfiyah, meskipun ada upaya untuk membawa perubahan, madrasah belum mengalami perkembangan signifikan sesuai dengan harapan banyak pihak. Beberapa faktor yang memengaruhi lambannya perkembangan ini antara lain adalah keterbatasan sumber daya manusia. Meskipun begitu, Ibu Alfiyah tetap berusaha mempertahankan eksistensi dan kualitas pendidikan di madrasah dengan cara yang paling efektif yaitu dengan mengangkat beberapa guru seperti Bapak Ali Makki, Bapak Zidan dan Ibu Ririn walaupun pada akhirnya hanya tinggal Ibu Ririn yang maih eksis sampai saat ini.

7. Tantangan dan Harapan Masa Depan

Pada 2024, meskipun Ibu Alfiyah telah menjabat sebagai kepala madrasah selama lebih dari satu dekade, MI Miftahul Huda masih menghadapi tantangan besar dalam hal perkembangan. Kurangnya fasilitas yang memadai dan tantangan dalam pengelolaan administrasi pendidikan menjadi isu utama yang perlu ditangani. Meskipun demikian, harapan besar tetap ada bagi masa depan madrasah ini. Diharapkan dengan adanya kerjasama antara tokoh masyarakat, guru, serta dukungan dari pemerintah, MI Miftahul Huda bisa mengatasi tantangan tersebut dan terus berkembang untuk mencetak generasi yang berkualitas.

Kesimpulan

Era kepemimpinan MI Miftahul Huda menunjukkan dinamika yang cukup panjang, mulai dari masa awal berdirinya hingga saat ini. Setiap periode kepemimpinan telah memberikan kontribusi dalam pengembangan madrasah, meskipun dalam beberapa tahun terakhir belum terlihat perkembangan yang signifikan. Namun, dengan komitmen para pemimpin dan dukungan masyarakat, masa depan madrasah ini tetap memiliki potensi untuk terus maju.

Ketika berbicara madrasah ibtidaiyah maupun Raudlatul Athfal Miftahul Huda maka akan selalu teringat dengan sosok wanita tangguh yang bernama Sopiyah, sedari muda beliau mendedikasikan hidup beliau untuk kemajuan madrasah. Berikut beberapa kiprah beliau di dunia pendidikan Prangas:
  1. Jejak Keluarga yang Menginspirasi
    Ibu Dra. Sopiyah lahir sebagai putri dari H. Wahid, dan cucu dari H. Asy'ari, dua tokoh dalam sejarah keluarga besar yang mencintai dunia pendidikan. Keluarga beliau sudah lama dikenal sebagai pendukung utama kemajuan pendidikan di Prangas, yang terletak di salah satu daerah yang pada waktu itu mungkin masih kekurangan sarana dan fasilitas pendidikan.
  2. Mengabdi untuk Madrasah Sejak Dini
    Semasa kuliah, Ibu Dra. Sopiyah sudah menunjukkan rasa tanggung jawab dan kepedulian terhadap pendidikan di madrasah yang telah didirikan oleh keluarganya. Beliau mulai terlibat dalam kegiatan mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda, bahkan sebelum menyelesaikan pendidikannya. Setelah lulus, semangat beliau semakin berkobar untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh demi kemajuan madrasah dan mencetak generasi yang bermanfaat.
  3. Dedikasi Tanpa Pamrih
    Meski gaji yang diperoleh tidak seberapa, Ibu Dra. Sopiyah tidak pernah mengeluh. Ia tetap setia mengabdi dengan penuh keikhlasan. Bahkan, banyak guru-guru yang mengajar di RA maupun MI Miftahul Huda kini adalah mantan murid, atau bahkan cucu murid beliau sendiri. Ini menunjukkan betapa besar pengaruh beliau dalam membentuk karakter dan kualitas pendidikan di madrasah tersebut.
Era Kepemimpinan H. Syamsul Nur Tonggak Kemajuan Madrasah dan Pendidikan
H. Syamsul Nur merupakan tokoh penting dalam sejarah perkembangan Madrasah Miftahul Huda dan lembaga pendidikan di wilayah Prangas. Ia adalah keponakan sekaligus menantu H. Dumyati, salah satu pendiri madrasah. Pernikahannya dengan Hj. Siti Maimunah, putri H. Dumyati, menjadi bagian dari strategi keluarga besar untuk melanjutkan perjuangan dan visi besar membangun pendidikan Islam di daerah tersebut. H. Syamsul Arifin sendiri adalah putra H. M. Nur, seorang tokoh yang juga memiliki jasa besar dalam pengembangan madrasah.

Pernikahan ini tidak hanya mempererat hubungan keluarga, tetapi juga menjadi landasan bagi kesinambungan perjuangan pendidikan. Meskipun H. Syamsul Arifin adalah menantu, ia dipandang lebih mampu dibandingkan sepupu-sepupunya dalam memajukan madrasah. Dengan komitmen yang kuat dan visi yang jelas, H. Syamsul Nur berhasil membawa madrasah ke arah yang lebih baik.
Pendirian RA Miftahul Huda Prangas (1994)
Pada sekitar tahun 1994, salah satu langkah besar yang diambil oleh H. Syamsul Arifin adalah mendirikan Raudhatul Athfal (RA) Miftahul Huda Prangas. Pendirian RA ini didasarkan pada kebutuhan mendesak masyarakat setempat. Sebelumnya, masyarakat mengalami kesulitan karena jarak yang jauh untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke RA atau TK terdekat. Menjawab permintaan tersebut, H. Syamsul Nur memanfaatkan gedung Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang berada di sebelah barat sebagai tempat belajar sementara RA dan menunjuk Dra. Suhati yang masih sepupu beliau untuk menjadi kepala RA Miftahul Huda kali pertama.

Meskipun pada awalnya fasilitas dan sarana prasarana sangat terbatas, bahkan tenaga pengajar masih kurang memadai, kegiatan belajar mengajar tetap berjalan dengan baik. Hal ini menunjukkan semangat dan komitmen H. Syamsul Nur untuk memberikan layanan pendidikan sejak usia dini, meski menghadapi berbagai tantangan.
Perkembangan RA Miftahul Huda
Seiring berjalannya waktu, RA Miftahul Huda Prangas mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Pada tahun-tahun awal berdirinya, madrasah ini menghadapi beberapa tantangan, terutama terkait dengan fasilitas. Karena belum memiliki bangunan yang permanen, kelas-kelas di RA Miftahul Huda harus meminjam ruang dari berbagai tempat, baik itu rumah warga maupun tempat lain yang dapat digunakan untuk kegiatan belajar mengajar. Meskipun demikian, semangat untuk mendidik dan memberikan pendidikan yang berkualitas tidak pernah surut. Proses belajar mengajar tetap berjalan dengan lancar, berkat kerjasama yang baik antara pihak pengelola madrasah, guru, dan masyarakat sekitar.

Salah satu faktor utama yang mendukung keberhasilan RA Miftahul Huda adalah dukungan penuh dari masyarakat sekitar. Masyarakat sangat peduli dengan pendidikan anak-anak mereka dan merasa bahwa madrasah ini sangat penting untuk perkembangan generasi muda. Mereka tidak hanya mendukung secara moral, tetapi juga memberikan bantuan berupa fasilitas dan tenaga kerja untuk memperlancar kegiatan di madrasah. Tanpa adanya dukungan yang kuat dari masyarakat, sulit bagi RA Miftahul Huda untuk tumbuh dan berkembang seperti sekarang.

Untuk memastikan kelancaran kegiatan belajar mengajar, pada awalnya, guru-guru RA Miftahul Huda diambil dari pengajar-pengajar di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Miftahul Huda, yang juga merupakan bagian dari lembaga pendidikan yang didirikan oleh H. Asy’ari dan keluarganya. Guru-guru ini sudah memiliki pengalaman dalam mengajar dan memahami pentingnya pendidikan agama untuk anak-anak. Beberapa nama yang dikenal dalam pengajaran awal di RA Miftahul Huda adalah Ibu Atika, Ibu Sopiyah, dan Ibu Fatimah Wahid. Selain itu, ada juga tambahan guru dari luar, yaitu Ibu Yuliati dan Ibu Yunik, yang turut berperan dalam memberikan pendidikan di tingkat RA.

Karena kebutuhan akan pengelolaan yang lebih baik, ditunjuklah Ibu Atika sebagai Kepala RA Miftahul Huda untuk pertama kalinya. Ibu Atika dikenal sebagai sosok yang sangat berdedikasi dan memiliki semangat tinggi dalam mendidik anak-anak. Beliau memimpin dengan penuh tanggung jawab dan berusaha menciptakan lingkungan yang nyaman dan kondusif untuk kegiatan belajar mengajar. Kepemimpinan beliau membawa RA Miftahul Huda melalui masa-masa awal yang penuh tantangan. Ibu Atika juga berperan dalam membangun hubungan yang baik dengan masyarakat dan orang tua siswa, yang sangat penting untuk kelangsungan pendidikan di madrasah.

Namun, setelah beberapa tahun memimpin, Ibu Atika memutuskan untuk meminta digantikan dari jabatan Kepala RA Miftahul Huda. Keputusan ini diambil karena beliau memiliki kesibukan keluarga yang cukup menyita perhatian dan waktu. Walaupun merasa berat untuk meninggalkan jabatan tersebut, Ibu Atika merasa bahwa keputusan ini adalah yang terbaik untuk kepentingan madrasah dan keluarganya.

Menyusul pengunduran diri Ibu Atika, Ibu Fatimah Wahid, yang juga merupakan guru berpengalaman di madrasah ini, ditunjuk untuk menggantikan posisi Kepala RA Miftahul Huda. Di bawah kepemimpinan Ibu Fatimah Wahid, RA Miftahul Huda terus tumbuh berkembang. Ibu Fatimah Wahid memiliki visi yang jelas untuk RA ini dan sangat fokus pada peningkatan kualitas pendidikan yang diberikan kepada siswa-siswi. Beliau juga mendorong terciptanya suasana belajar yang lebih menyenangkan dan mendidik, dengan menekankan pada pendidikan karakter dan akhlak yang baik.

Pada masa kepemimpinan Ibu Fatimah Wahid, perubahan positif terus terjadi. Salah satu langkah penting yang beliau ambil adalah meminta Ibu Isnani, yang sebelumnya mengajar di MI Miftahul Huda, untuk bergabung mengajar di RA Miftahul Huda. Dengan penambahan tenaga pengajar yang kompeten, kualitas pendidikan di RA Miftahul Huda semakin baik. Ibu Isnani dikenal sebagai pengajar yang sabar dan memiliki kemampuan dalam mengelola kelas dengan baik, sehingga kehadirannya sangat membantu dalam meningkatkan kualitas pengajaran di RA.

Dengan adanya perubahan dan pembaruan yang terus-menerus, RA Miftahul Huda terus berkembang dan menjadi pilihan utama bagi orang tua yang ingin anak-anak mereka mendapatkan pendidikan agama yang berkualitas. Madrasah ini tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga memberikan penanaman nilai-nilai moral dan akhlak yang baik, yang sangat penting dalam membentuk karakter anak-anak. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak siswa yang datang ke RA Miftahul Huda, yang menunjukkan bahwa RA ini telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

Proses panjang ini menunjukkan bagaimana semangat dan kerjasama antara pengelola RA, guru, dan masyarakat dapat menghasilkan pendidikan yang berkualitas dan bermanfaat bagi banyak orang. RA Miftahul Huda, yang dimulai dengan ruang-ruang sederhana dan penuh tantangan, kini telah berkembang menjadi lembaga pendidikan yang dapat mencetak generasi yang tidak hanya cerdas dalam ilmu pengetahuan agama, tetapi juga memiliki akhlak yang mulia dan siap menghadapi tantangan zaman.

Setelah puluhan tahun memimpin RA Miftahul Huda tepatnya pada tahun 2006, ibu Fatimah Wahid yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala RA Miftahul Huda harus pindah ke Gondanglegi mengikuti suaminya. Kepergian ibu Fatimah Wahid menyebabkan kekosongan jabatan kepala RA, yang tentunya memerlukan pengganti untuk memastikan kelancaran operasional dan perkembangan lembaga pendidikan tersebut.

Untuk mengisi kekosongan tersebut, H. Syamsul Nur, yang merupakan figur berpengaruh dalam pengelolaan RA Miftahul Huda, menunjuk Ibu Isnani, putri H. Mansur (sepupu H. Syamsul Nur), sebagai pengganti ibu Fatimah Wahid. Ibu Isnani yang juga masih keponakan dari H. Syamsul Arifin, memiliki pengalaman yang cukup dalam dunia pendidikan RA, sehingga dipercaya untuk memimpin RA Miftahul Huda.

Di bawah kepemimpinan Ibu Isnani, RA Miftahul Huda mengalami peningkatan jumlah siswa setiap tahun, mencapai 70-80 siswa, yang mencerminkan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas pendidikan di sana. Ibu Isnani memimpin dengan semangat tinggi, menjaga kualitas pendidikan, serta mengedepankan nilai-nilai agama dan moral.

Selain itu, Ibu Isnani fokus pada perbaikan fasilitas dan peningkatan metode pengajaran. Beliau memperbarui ruang kelas, menambah alat pendidikan, dan meningkatkan kenyamanan lingkungan madrasah. Metode pembelajaran yang diterapkan lebih inovatif dan menyenangkan, termasuk penggunaan teknologi dan media visual, agar siswa bisa belajar dengan lebih mudah dan menyenangkan.

Ibu Isnani juga menekankan pentingnya pembentukan karakter siswa, dengan tujuan mencetak generasi yang tidak hanya pintar, tetapi juga memiliki akhlak yang baik dan mampu bersosialisasi dengan baik. Beliau menambah jumlah pengajar berkualitas untuk memastikan setiap siswa mendapat perhatian yang lebih.

Sejak 2000 hingga 2024, Ibu Isnani berhasil menambah pengajar berkompeten yang membawa inovasi dan memperkaya proses belajar mengajar. Di antara mereka yaitu Ibu Suriati, Ibu Khoirun Nisa’, Ibu Diah Setiowati, Ibu Tika Rahayu, Ibu Fifit Almaida, dan Ibu Faizatul Hasanah. Dengan semua langkah ini, RA Miftahul Huda berkembang menjadi lembaga pendidikan yang lebih baik dan modern, mencetak generasi yang siap menghadapi tantangan dunia dengan bekal ilmu agama dan akhlak yang kuat.

Hingga tahun 2024, Ibu Isnani masih setia dan penuh dedikasi memimpin RA Miftahul Huda. Dengan ketekunan, kepedulian, dan semangat juangnya yang tinggi, beliau terus berupaya membawa lembaga pendidikan anak usia dini ini ke arah yang lebih maju. Tidak hanya fokus pada pengelolaan harian, beliau juga aktif dalam membangun relasi eksternal demi kemajuan lembaga yang dipimpinnya.

Salah satu upaya penting yang dilakukan oleh Ibu Isnani adalah pengajuan proposal bantuan pembangunan gedung baru RA kepada Gubernur Jawa Timur. Proposal ini diajukan pada tahun 2024 sebagai bentuk ikhtiar untuk menghadirkan fasilitas belajar yang lebih layak dan representatif bagi peserta didik. Alhamdulillah, pada tahun 2025, permohonan tersebut membuahkan hasil. RA Miftahul Huda memperoleh bantuan pembangunan dan berhasil mendirikan dua ruang kelas baru.

Pembangunan dua ruang kelas ini bukan hanya sekadar pengadaan infrastruktur, melainkan menjadi simbol kemajuan dan kesungguhan lembaga dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu. Ruang-ruang kelas yang baru dibangun tersebut dilengkapi dengan fasilitas belajar yang lebih baik, nyaman, dan aman bagi anak-anak usia dini, sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan lebih optimal.

Kepemimpinan Ibu Isnani tidak hanya berdampak pada perkembangan fisik lembaga, tetapi juga menginspirasi para guru, orang tua, dan masyarakat sekitar. Beliau dikenal sebagai sosok yang tekun, ramah, dan komunikatif, serta memiliki komitmen tinggi terhadap pendidikan karakter. Di bawah arahannya, RA Miftahul Huda tidak hanya menanamkan ilmu pengetahuan dasar, tetapi juga menekankan nilai-nilai akhlak, kedisiplinan, dan kemandirian pada setiap peserta didik.

Berkat upaya yang konsisten dan dukungan dari berbagai pihak, RA Miftahul Huda kini telah berkembang menjadi lembaga pendidikan anak usia dini yang diperhitungkan di wilayahnya. Kepercayaan masyarakat semakin meningkat, terlihat dari jumlah peserta didik yang terus bertambah dan partisipasi aktif wali murid dalam setiap kegiatan lembaga.

Semoga dengan terus berlanjutnya kepemimpinan yang amanah dan inovatif seperti yang ditunjukkan oleh Ibu Isnani, RA Miftahul Huda semakin maju dan mampu mencetak generasi anak-anak yang cerdas, berakhlak mulia, dan siap menghadapi masa depan dengan penuh semangat.
Strategi Kepemimpinan H. Syamsul Nur
H. Syamsul Nur dikenal sebagai pemimpin yang memiliki pandangan jauh ke depan. Beliau mampu memadukan peran keluarga, masyarakat, dan tenaga pendidik dalam upaya memajukan lembaga pendidikan. Beberapa strategi yang dilakukan H. Syamsul Nur di antaranya:
  1. Kolaborasi Keluarga dan Masyarakat
    Beliau melibatkan berbagai pihak, termasuk keluarga besar dan tokoh masyarakat, untuk mendukung operasional dan pengembangan madrasah.
  2. Pemberdayaan Sumber Daya Lokal
    H. Syamsul Nur memanfaatkan tenaga lokal, seperti Bapak Mahali, untuk membantu pengelolaan lapangan dan fisik bangunan.
  3. Pembangunan Bertahap
    Dengan sumber daya yang terbatas, beliau menerapkan strategi pembangunan bertahap sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan lembaga.
  4. Visi Pendidikan Berkelanjutan
    Beliau menanamkan nilai pentingnya pendidikan sejak usia dini melalui pendirian RA, yang menjadi cikal bakal generasi terdidik di masa depan.
Warisan dan Dampak Kepemimpinan
Kepemimpinan H. Syamsul Nur meninggalkan warisan yang besar bagi madrasah dan masyarakat sekitar. RA Miftahul Huda Prangas menjadi salah satu bukti nyata dari dedikasi beliau dalam memperluas akses pendidikan bagi anak-anak. Di bawah kepemimpinannya, lembaga pendidikan ini tidak hanya berkembang secara fisik, tetapi juga menjadi pusat pembelajaran yang berakar pada nilai-nilai Islam.

Komitmen H. Syamsul Nur untuk terus memajukan pendidikan, meski dihadapkan pada berbagai keterbatasan, menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya. Warisannya tetap hidup melalui lembaga-lembaga pendidikan yang terus melayani masyarakat hingga saat ini.
Dedikasi Bapak Mahali dalam Pengembangan Madrasah
Pada masa kepemimpinan H. Syamsul Nur, pengelolaan lapangan dan fasilitas pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab satu orang. Salah satu figur penting yang turut membantu mengembangkan dan menjaga keberlanjutan sarana pendidikan adalah Bapak Mahali. Beliau memiliki hubungan keluarga dekat dengan H. Syamsul Nur, yakni sebagai sepupu. Bapak Mahali merupakan putra H. Wahid, adik dari H. Dumyati dan H. M. Nur. Kedekatan keluarga ini menjadi salah satu alasan H. Syamsul Nur memberikan kepercayaan penuh kepada Bapak Mahali untuk mengawasi perbaikan dan pemeliharaan bangunan madrasah.

Bapak Mahali dikenal sebagai pribadi yang berdedikasi tinggi. Tugasnya tidak hanya terbatas pada satu tingkatan pendidikan. Di Raudhatul Athfal (RA), ia berperan aktif memastikan bangunan aman dan nyaman bagi anak-anak usia dini untuk belajar. Tugas ini berlanjut di Madrasah Ibtidaiyah, di mana ia menjadi ujung tombak dalam memastikan seluruh fasilitas fisik tetap dalam kondisi layak dan mendukung kegiatan belajar mengajar. Tidak hanya memeriksa, ia juga terlibat langsung dalam proses perbaikan, seperti memperbaiki atap bocor, dinding yang mulai rapuh, hingga memastikan kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekolah.

Dalam menjalankan tugasnya, Bapak Mahali tidak bekerja sendiri. Ia selalu bergandengan tangan dengan Bapak Paimin, seorang rekan kerja yang juga dikenal memiliki loyalitas dan semangat yang tinggi dalam mendukung kemajuan madrasah. Keduanya memiliki hubungan kerja yang sangat erat, saling melengkapi dalam setiap aspek tugas mereka. Ketika ada kegiatan madrasah, seperti perayaan Hari Besar Islam, kegiatan gotong royong, atau rapat terkait perbaikan fasilitas, mereka berdua selalu menjadi sosok yang berada di garis depan. Kolaborasi antara Bapak Mahali dan Bapak Paimin menciptakan sinergi yang kuat, sehingga berbagai masalah yang muncul dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat.

Namun, tidak ada yang bisa melawan waktu. Pada tahun 2020, saat dunia dilanda pandemi COVID-19, Bapak Mahali meninggal dunia. Kepergian beliau menjadi kehilangan besar bagi madrasah dan komunitas sekitarnya. Perannya yang begitu sentral, ditambah dengan keteladanannya dalam bekerja, meninggalkan kekosongan yang sulit diisi. Banyak orang mengenangnya sebagai sosok yang tidak hanya berdedikasi pada tugas, tetapi juga rendah hati, murah senyum, dan selalu mengutamakan kepentingan bersama.

Pasca kepergian Bapak Mahali, tanggung jawab besar ini jatuh sepenuhnya ke pundak Bapak Paimin. Dengan semangat yang tetap membara, Bapak Paimin melanjutkan perjuangan, memastikan madrasah tetap menjadi tempat yang layak dan nyaman untuk kegiatan belajar mengajar. Hingga tahun 2024, saat tulisan ini diperbarui, Bapak Paimin terus berjuang tanpa lelah, meskipun kini ia harus bekerja sendiri. Dedikasinya mencerminkan warisan nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh Bapak Mahali.

Perjalanan panjang ini mengajarkan bahwa semangat kebersamaan dan kerja keras adalah kunci keberhasilan dalam pengelolaan pendidikan. Sosok Bapak Mahali akan selalu dikenang sebagai figur yang tidak hanya bekerja untuk madrasah, tetapi juga memberikan teladan bagi generasi berikutnya. Bapak Paimin, yang kini melanjutkan estafet perjuangan tersebut, adalah simbol ketangguhan dan dedikasi yang patut dihargai dan didukung oleh seluruh elemen masyarakat.
Pendirian MTs Miftahul Huda Prangas
MTs Miftahul Huda Prangas beralamat di Jalan Raya Prangas No 1120. Prangas merupakan nama salah satu pedukuhan atau dusun dari beberapa pedukuhan yang berada di desa Klepu kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang. MTs Miftahul Huda Prangas menempati zona strategis karena berada ditengah-tengah dusun yang mudah dijangkau dan berada di pinggir jalan raya pedukuhan.

Di Dusun Prangas sejak dahulu hanya ada tiga sekolah tingkat dasar yaitu MI Miftahul Huda Prangas, SDN Klepu 02 dan SDN Klepu 04. Banyak lulusan dari ketiga lembaga tersebut terutama dari kalangan keluarga menengah kebawah tidak bisa meneruskan pendidikan ke jenjanglanjutan, karena medan yang terlalu sulit dan jauhnya jangkauan untuk melanjutkan.

Proses Pendirian Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda
Kesadaran akan pentingnya pendidikan lanjutan yang mudah diakses masyarakat mendorong para pengurus dan tokoh masyarakat, khususnya H. Syamsul Nur selaku ketua pengurus madrasah, untuk mengambil langkah nyata. Hal ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan masyarakat sekitar akan lembaga pendidikan yang mampu melanjutkan pendidikan anak-anak selepas dari Madrasah Ibtidaiyah. Dengan tekad yang kuat, gagasan ini pun menjadi pijakan untuk mendirikan sebuah Madrasah Tsanawiyah.

Langkah awal H. Syamsul Arifin untuk mewujudkan gagasan itu dimulai dengan mengadakan pertemuan yang melibatkan para pengurus utama madrasah, seperti Bapak Paimin, H. Mansur, Bapak Mahali, H. Abdul Aziz, Bapak M. Nasib, dan H. Abdulloh. Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Minggu malam Senin, 16 Juni 2002, bertepatan dengan 5 Jumadil Akhir 1423 H. Acara ini berlangsung di rumah H. Syamsul Nur sekitar pukul 19.30 (ba'da Isya'). Dalam suasana yang penuh semangat, semua peserta rapat sepakat untuk mendirikan Madrasah Tsanawiyah sebagai bagian dari pengembangan pendidikan di lingkungan mereka.

Namun, keputusan ini membutuhkan pembahasan lebih lanjut agar rencana tersebut dapat terwujud secara matang. Oleh karena itu, disepakati bahwa rapat lanjutan akan diadakan keesokan harinya, yakni pada hari Senin, 17 Juni 2002, bertepatan dengan 6 Jumadil Akhir 1423 H, pukul 14.00. Pertemuan ini bertempat di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda dan melibatkan lebih banyak pihak, termasuk seluruh pengurus yayasan dan para guru madrasah. Mengingat waktu yang singkat, tugas mengundang pengurus diserahkan kepada Bapak Paimin dan Bapak Mahali, sementara undangan untuk para guru dipercayakan kepada H. Abdulloh.

Rapat pada hari Senin tersebut dimulai dengan sambutan dari H. Syamsul Arifin yang memaparkan hasil diskusi malam sebelumnya. Beliau menekankan pentingnya mendirikan Madrasah Tsanawiyah sebagai bentuk komitmen yayasan untuk memberikan pendidikan lanjutan bagi anak-anak. Ide ini disambut baik oleh seluruh peserta rapat, yang tidak hanya setuju dengan gagasan tersebut, tetapi juga mengusulkan agar nama madrasah baru tetap menggunakan nama “Miftahul Huda” sebagai bentuk kesinambungan dengan lembaga pendidikan sebelumnya.

Selanjutnya, pembahasan berfokus pada tenaga pengajar yang akan bertugas di madrasah baru ini. H. Abdulloh, Bapak Mahali, dan Bapak Paimin mengusulkan agar untuk sementara waktu, guru-guru dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Raudlatul Athfal (RA) Miftahul Huda dilibatkan. Usulan ini diterima oleh seluruh peserta rapat, mengingat bahwa para guru tersebut sudah memiliki pengalaman dan pemahaman yang mendalam tentang visi yayasan.

Di antara sejumlah guru yang diminta untuk mengisi pengajaran di MTs Miftahul Huda, yang berasal dari RA dan MI Miftahul Huda, terdapat beberapa nama yang dikenal baik di lingkungan madrasah. Mereka yang dimaksud antara lain adalah H. Abdulloh, seorang guru berpengalaman yang telah lama mengajar di lembaga ini; Bapak Nur Kholiq, yang dikenal dengan dedikasinya dalam mengajar; Bapak Sakur, seorang pendidik yang selalu penuh semangat dalam memberikan pelajaran; Bapak Mukit, yang memiliki pendekatan yang ramah dan efektif dalam mengajar; Ibu Sopiyah, yang selalu mengutamakan pendekatan kreatif dalam setiap pembelajaran; Ibu Endang Sri Handayani, yang sangat peduli terhadap perkembangan siswa; Bpk Bahrul Amin, yang aktif dalam berbagai kegiatan madrasah; dan Bpk Sholeh, yang terkenal dengan metode pengajaran yang inovatif dan menyenangkan. Kehadiran mereka di MTs Miftahul Huda diharapkan dapat memberikan kontribusi besar dalam pendirian madrasah ini.

Dalam rapat tersebut, muncul sebuah permasalahan yang cukup krusial. Para peserta rapat mempertanyakan siapa yang akan diangkat menjadi kepala Madrasah Tsanawiyah yang baru saja dibentuk. Hingga saat itu, belum ada sosok yang dianggap memiliki kemampuan dan pengalaman yang cukup untuk memimpin lembaga pendidikan tersebut. Oleh karena itu, pengurus bersama-sama menyepakati untuk mengusulkan H. Abdulloh dan Ibu Sopiyah sebagai calon kepala Madrasah Tsanawiyah.

H. Abdulloh sebenarnya menunjukkan kesiapan dan kesediaannya untuk menerima tanggung jawab tersebut. Namun, ada kendala yang harus dihadapi, yaitu beliau saat itu juga menjabat sebagai kepala di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda. Jabatan tersebut tentu membutuhkan perhatian penuh, sehingga menjadi pertimbangan besar apakah H. Abdulloh dapat menjalankan dua tanggung jawab kepemimpinan sekaligus. Sedangkan Ibu Sopiyah sebagai perempuan kurang mendapatkan dukungan karena pengurus berpendapat saat itu kurang tepat jika perempuan memimpin lembaga madrasah tsanawiyah.

Dalam situasi ini, H. Syamsul Nur, selaku ketua pengurus madrasah, memberikan pandangannya. Beliau mendesak H. Abdulloh agar bersedia menerima keputusan tersebut demi kelangsungan dan kemajuan Madrasah Tsanawiyah yang baru dibentuk. H. Syamsul Arifin meyakini bahwa H. Abdulloh memiliki kapasitas dan integritas yang cukup untuk memimpin kedua lembaga pendidikan tersebut secara bersamaan.

Setelah melalui berbagai pertimbangan, rapat akhirnya memutuskan bahwa H. Abdulloh akan menjabat sebagai kepala ganda, yakni sebagai kepala Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda dan Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda. Keputusan ini diambil dengan memperhatikan situasi dan kebutuhan saat itu. (Catatan: pada masa itu, aturan masih memperbolehkan seseorang untuk memegang jabatan kepala di dua lembaga pendidikan secara bersamaan).

Dengan keputusan tersebut, diharapkan kedua lembaga dapat berjalan dengan baik di bawah kepemimpinan H. Abdulloh, yang pada saat itu dikenal sebagai sosok berdedikasi tinggi dalam dunia pendidikan.

Dalam rapat tersebut juga disampaikan, bahwa menghadapi tahun ajaran baru 2002/2003 yang akan dimulai pada 15 Juli 2002, seluruh pengurus dan guru menyadari bahwa waktu yang tersedia untuk mencari siswa baru hanya sekitar 25 hari. Untuk itu, H. Syamsul Nur memberikan arahan kepada semua pihak untuk bekerja keras dalam menyosialisasikan pendirian Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda kepada masyarakat. Upaya ini mencakup sosialisasi siang dan malam guna memastikan masyarakat mengetahui keberadaan lembaga baru tersebut dan mendorong mereka untuk mendaftarkan anak-anak mereka.

H. Syamsul Nur menghimbau kepada seluruh pengurus dan guru madrasah bahu-membahu mempersiapkan segala hal yang diperlukan, mulai dari proses pendaftaran siswa, penyediaan tenaga pengajar, hingga persiapan fasilitas pendukung. Komitmen bersama ini menjadi fondasi kuat dalam mendirikan Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda sebagai lembaga pendidikan yang diharapkan mampu membawa manfaat besar bagi masyarakat sekitar. Akhirnya selesai sudah rapat hari itu sebagai langkah awal pendirian Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda
Masa Awal Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda
Dengan kerja keras yang luar biasa dari H. Syamsul Nur beserta seluruh pengurus, serta dukungan penuh dari H. Abdulloh bersama para guru, upaya pencarian siswa baru dilakukan dengan cara mendatangi calon peserta didik secara door to door. Usaha ini menunjukkan hasil yang menggembirakan, di mana jumlah calon peserta didik yang mendaftar mulai meningkat secara bertahap hingga mencapai sekitar 20 orang.

Pada hari Senin, 15 Juli 2002, para peserta didik baru mulai menghadiri kegiatan belajar di madrasah. Namun, pada saat itu, fasilitas dan sarana prasarana di madrasah masih sangat terbatas sehingga belum memungkinkan untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar di tempat tersebut. Sebagai solusi sementara, proses belajar mengajar dilakukan di rumah Bapak Hanafi, yang merupakan adik ipar dari H. Syamsul Arifin. Rumah tersebut digunakan sebagai lokasi darurat untuk memastikan kegiatan pendidikan tetap dapat berlangsung.

Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, tenaga pengajar yang dilibatkan adalah guru-guru dari RA dan MI Miftahul Huda. Keputusan ini diambil berdasarkan hasil rapat pengelola madrasah. Guru-guru tersebut dengan penuh dedikasi dan semangat tinggi berkomitmen untuk memberikan pendidikan terbaik kepada para peserta didik baru, meskipun kondisi sarana dan prasarana masih terbatas. Kehadiran mereka menjadi bagian penting dalam upaya awal mendirikan dan mengembangkan madrasah ini, sekaligus memberikan kontribusi besar dalam membentuk generasi yang cerdas dan berakhlak mulia.

Kondisi ini berlangsung hingga tahun 2003, di mana proses belajar mengajar di Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda berlangsung dalam keterbatasan yang cukup besar. Madrasah ini bahkan sempat harus meminjam gedung dari MI Miftahul Huda untuk menjalankan kegiatan belajar mengajar, karena belum memiliki gedung yang layak. Meskipun demikian, semangat dan tekad para pengurus serta masyarakat sekitar untuk terus menjaga dan mengembangkan pendidikan di madrasah ini tidak pernah surut. Mereka semua bekerja keras, meskipun dalam keterbatasan sumber daya yang ada.

Pada pertengahan tahun 2003, H. Syamsul Nur, H. Abdulloh, Bapak Paimin, Bapak Mahali, bersama seluruh pengurus madrasah, memutuskan untuk bersatu padu dan mengupayakan pembangunan gedung baru untuk Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda Prangas. Dengan kekuatan bersama, mereka menggalang dana melalui patungan dan kerja keras gotong royong dari masyarakat setempat. Proses pembangunan ini tidaklah mudah, namun semangat kebersamaan yang kuat mendorong mereka untuk terus berusaha, menghadapi berbagai tantangan yang datang.

Akhirnya, berkat usaha keras dan pengorbanan semua pihak, madrasah ini berhasil memiliki gedung sendiri yang dapat digunakan untuk kegiatan belajar mengajar. Keberhasilan ini bukan hanya sekadar pencapaian fisik dalam bentuk gedung yang berdiri kokoh, tetapi juga menjadi simbol kebersamaan dan perjuangan yang luar biasa dari seluruh warga madrasah dan masyarakat. Keberhasilan tersebut menjadi tonggak penting dalam perjalanan Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda, yang selanjutnya dapat terus berkembang dan memberikan pendidikan yang berkualitas kepada masyarakat, serta memberikan kontribusi yang signifikan terhadap dunia pendidikan di daerah tersebut.

Pada tahun pelajaran 2003/2004, sekolah mengalami peningkatan jumlah kelas dengan dibukanya kelas 7 dan kelas 8. Peningkatan jumlah kelas ini menuntut adanya penambahan jumlah tenaga pengajar, namun secara otomatis menyebabkan kekurangan guru. Kondisi tersebut mulai dirasakan cukup signifikan oleh pihak sekolah, terutama karena jumlah guru yang ada sebelumnya dirasa tidak mencukupi untuk menangani jumlah siswa yang semakin banyak.

Melihat masalah ini, H. Syamsul Nur selaku pihak yang bertanggung jawab atas kelangsungan pendidikan di sekolah tersebut segera mengambil langkah cepat. Beliau memerintahkan H. Abdulloh untuk mencari solusi dengan menambah jumlah guru agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar. Untuk itu, H. Abdulloh menugaskan Bapak M. Sakur untuk melakukan pencarian guru tambahan.

Bapak M. Sakur pun melakukan berbagai upaya untuk menemukan calon guru yang dapat memenuhi kebutuhan madrasah. Berkat kerja keras dan usahanya, beliau berhasil memperoleh dua orang guru baru, yaitu Ibu Muliati guru MI dan Ibu Isnani guru RA, yang keduanya memiliki kualifikasi yang memadai untuk mengajar di madrasah tsanawiyah.

Tidak berhenti di situ, Bapak Mahali, yang juga memiliki perhatian terhadap kebutuhan madarasah, ikut berkontribusi dengan memasukkan adik iparnya, yaitu Bapak Mas'ud suami dari Ibu Sopiyah, untuk bergabung sebagai guru di sekolah tersebut. Dengan penambahan ini, jumlah guru yang awalnya hanya 8 orang pun bertambah menjadi 11 orang.

Dengan bertambahnya jumlah guru, diharapkan kualitas pengajaran dan pelayanan pendidikan di sekolah akan semakin baik dan dapat mengakomodasi kebutuhan para siswa dengan lebih optimal. Peningkatan jumlah tenaga pengajar ini juga menunjukkan komitmen pihak sekolah untuk terus berusaha memberikan pendidikan yang terbaik bagi para siswa.
Perkembangan Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda
Dengan status madrasah masih Terdaftar pada tahun pelajaran 2004/2005 Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda Prangas bisa meluluskan peserta didik untuk pertama kalinya dengan ujian menggabung di MTsN Harjokuncaran sekarang bernama MTsN Malang 04. Hal ini semakin menambah semangat dan minat masyarakat untuk mensekolahkan anak-anak mereka di Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda Prangas.

Pada tahun pelajaran 2004/2005, Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda Prangas, yang pada saat itu masih terdaftar sebagai madrasah yang baru, berhasil meluluskan peserta didik untuk pertama kalinya. Proses kelulusan ini dilakukan melalui ujian gabungan dengan Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Harjokuncaran, yang sekarang dikenal dengan nama MTsN Malang 04.

Keberhasilan ini menjadi tonggak sejarah yang sangat penting bagi madrasah tersebut, karena tidak hanya menunjukkan kualitas pendidikan yang diberikan, tetapi juga memperlihatkan bahwa meskipun Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda Prangas masih terdaftar sebagai lembaga pendidikan yang relatif baru, ia mampu bersaing dan menghasilkan lulusan yang berkualitas.

Keberhasilan pertama ini tentunya membawa dampak yang sangat positif bagi masyarakat sekitar, meningkatkan semangat dan minat mereka untuk menyekolahkan anak-anak mereka di Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda Prangas. Hal ini juga menunjukkan bahwa madrasah tersebut semakin dipercaya sebagai lembaga pendidikan yang dapat memberikan pendidikan berkualitas dan relevan dengan kebutuhan zaman."

Setelah hampir berdiri selama empat tahun, MTs Miftahul Huda akhirnya menerima pemberitahuan dari BAN-S/M bahwa pada tahun tersebut, madrasah harus menjalani proses akreditasi. Hal ini menjadi tantangan besar bagi seluruh pihak yang terlibat di madrasah, karena akreditasi merupakan salah satu langkah penting untuk menilai kualitas dan standar pendidikan yang diberikan. Untuk menghadapi proses akreditasi ini, seluruh pengurus, pendidik, dan masyarakat sekitar bekerja sama dengan penuh semangat dan gotong royong. Setiap elemen berkomitmen untuk memberikan yang terbaik bagi kemajuan madrasah. Mereka saling bahu-membahu dalam melengkapi berbagai sarana dan prasarana yang dibutuhkan, serta memenuhi segala persyaratan administrasi dan teknis yang menjadi kewajiban dalam proses akreditasi.

Upaya ini bukanlah pekerjaan yang mudah, karena banyak aspek yang harus dipenuhi, mulai dari fasilitas pendukung belajar mengajar, hingga dokumen-dokumen penting yang harus disusun dengan teliti. Namun, dengan dedikasi yang tinggi dan kerjasama yang erat, mereka berhasil melewati berbagai tantangan tersebut. Semua pihak berusaha sekuat tenaga agar madrasah ini dapat memenuhi standar yang ditetapkan oleh BAN-SM, dengan harapan agar proses akreditasi dapat berjalan dengan lancar dan madrasah dapat meraih hasil yang baik.

Pada akhirnya, dengan izin dan rahmat Allah, serta dengan inayah-Nya yang luar biasa, pada tahun pelajaran 2005/2006, Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda Prangas berhasil memperoleh status terakreditasi dengan predikat C. Meskipun predikat tersebut tidaklah sempurna, pencapaian ini tetap memberikan dampak positif yang signifikan bagi madrasah. Salah satunya adalah dengan terakreditasinya madrasah, mereka dapat melaksanakan Ujian Nasional secara mandiri, tanpa harus bergabung dengan sekolah lain. Hal ini tentunya memberikan kebanggaan tersendiri, karena menunjukkan bahwa madrasah telah memiliki kualitas pendidikan yang dapat diakui secara resmi oleh pemerintah.

Hasil akreditasi ini bukan hanya sekadar capaian administratif, tetapi juga merupakan bukti nyata dari kerja keras, dedikasi, dan doa tulus seluruh pihak yang terlibat, baik itu pengelola, tenaga pendidik, siswa, maupun masyarakat sekitar. Setiap langkah yang diambil dengan penuh semangat dan tekad untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan di MTs Miftahul Huda telah membuahkan hasil yang membanggakan.

Akreditasi ini bukan hanya menjadi simbol prestasi, tetapi juga merupakan motivasi yang mendorong kita untuk terus berusaha dengan lebih giat, lebih bersemangat, dan lebih disiplin. Dengan adanya akreditasi ini, kita semakin menyadari pentingnya untuk terus memperbaiki diri, baik dalam hal pengajaran, fasilitas, maupun pembinaan karakter siswa. Harapannya, di masa depan, MTs Miftahul Huda dapat meraih akreditasi yang lebih tinggi dan lebih memadai, yang tentunya akan semakin memperkuat posisi madrasah ini dalam dunia pendidikan.

Lebih dari itu, pencapaian ini juga menunjukkan bahwa dengan semangat kebersamaan dan komitmen yang kuat dari seluruh elemen yang terlibat, kita dapat mencapai tujuan yang besar. Keberhasilan ini menjadi bukti bahwa ketika kita bersatu, saling mendukung, dan berkomitmen untuk memberikan yang terbaik, kita mampu mewujudkan perubahan yang signifikan. Dengan landasan tersebut, MTs Miftahul Huda akan terus bergerak maju, dengan fokus untuk memberikan pendidikan yang berkualitas dan berkelanjutan bagi generasi penerus bangsa, yang akan turut berkontribusi pada kemajuan negara dan masyarakat.

Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda Prangas telah mengalami perkembangan yang signifikan seiring berjalannya waktu. Keberhasilannya dalam mensejajarkan diri dengan madrasah-madrasah berkembang lainnya di lingkungan KKM MTsN Harjokuncaran membuktikan bahwa madrasah ini tidak hanya fokus pada kualitas pendidikan formal semata, tetapi juga pada pengembangan karakter dan kompetensi peserta didik, baik di tingkat nasional maupun global. Pencapaian yang diraih, termasuk pengakuan dari pemerintah melalui nilai akreditasi yang sangat berarti, menjadi salah satu bukti nyata kemajuan yang telah dicapai.

Untuk mendukung kualitas pendidikan yang terus berkembang, pada 18 Mei 2005, MTs Miftahul Huda menambah satu guru, yaitu Bapak Abdul Malik, untuk mengajar mata pelajaran IPA. Penambahan guru ini dilakukan karena sebelumnya tidak ada guru yang mengajar mata pelajaran tersebut. Langkah ini memperkuat komitmen madrasah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di berbagai bidang.

Seiring dengan bertambahnya jumlah peserta didik di madrasah, kebutuhan akan tenaga pengajar semakin meningkat. Salah satu bidang yang mengalami kekurangan guru adalah mata pelajaran Seni Budaya. Melihat situasi ini, Bapak Bahrul Amin selaku waka kurikulum, mengajukan sebuah usulan kepada Bapak H. Abdulloh selaku Kepala Madrasah. Beliau menyarankan agar istrinya, Ibu Lutfi Rosidah, dapat mengisi posisi sebagai pengajar Seni Budaya.

Bapak H. Abdulloh menerima usulan tersebut dengan gembira karena kehadiran Ibu Lutfi Rosidah diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan tenaga pengajar yang semakin mendesak. Dengan demikian, Ibu Lutfi mulai mengajar di madrasah tersebut sejak tahun 2011. Selama tiga tahun, yakni dari tahun 2011 hingga 2013, beliau mengabdikan diri dengan penuh dedikasi dalam mengajarkan mata pelajaran Seni Budaya kepada para peserta didik.

Namun, di akhir tahun 2013, Ibu Lutfi Rosidah memutuskan untuk berhenti mengajar. Keputusan ini diambil karena beliau harus fokus pada tanggung jawab rumah tangga yang tidak bisa ditinggalkan. Meski masa pengabdiannya terbilang singkat, peran Ibu Lutfi dalam mengajar Seni Budaya memberikan kontribusi yang berarti bagi madrasah tersebut.

Pada tahun 2013, Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda Prangas berhasil meraih predikat akreditasi baik (B), sebuah prestasi yang patut dibanggakan. Nilai akreditasi ini menjadi bukti konkret bahwa madrasah ini telah memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh pemerintah dan badan akreditasi. Pencapaian tersebut bukan hanya sekadar simbol, tetapi merupakan hasil kerja keras dari seluruh civitas akademika, mulai dari kepala madrasah, guru, tenaga kependidikan, hingga siswa, yang telah berupaya sebaik mungkin untuk mencapai tujuan bersama.

Pencapaian akreditasi yang baik ini juga menjadi tolok ukur bagi keberhasilan madrasah dalam menjalankan visi dan misi yang telah ditetapkan. Dengan predikat tersebut, Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda Prangas tidak hanya mendapatkan pengakuan dari pihak eksternal, tetapi juga menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi seluruh stakeholder yang terlibat, baik itu pengelola, guru, siswa, orang tua, maupun masyarakat sekitar. Hal ini mendorong mereka untuk terus bersemangat dalam menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan di madrasah ini.

Tentu saja, pencapaian ini tidak berhenti sampai di sini. Nilai akreditasi yang baik tersebut menjadi awal dari komitmen yang lebih besar untuk terus berkembang dan berinovasi. Dengan semangat dan kepercayaan diri yang terbangun setelah pencapaian tersebut, Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda Prangas bertekad untuk terus mengembangkan diri dengan menghadirkan program-program unggulan yang relevan dengan perkembangan zaman. Upaya peningkatan kualitas pendidikan di madrasah ini akan terus dilakukan, baik dalam hal kurikulum, fasilitas, maupun pengembangan profesionalisme guru, agar peserta didik dapat memperoleh pengalaman belajar yang menyeluruh dan berkualitas.

Tidak hanya dalam aspek akademik, madrasah ini juga berkomitmen untuk mengembangkan nilai-nilai karakter yang luhur dan akhlak yang mulia. Hal ini sangat penting untuk membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga unggul dalam kepribadian dan etika. Dengan berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan penguatan pendidikan karakter, Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda Prangas berupaya mencetak generasi yang siap menghadapi tantangan global dengan kompetensi yang mumpuni serta karakter yang kuat.

Pencapaian yang telah berhasil diraih oleh Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda Prangas sejauh ini tentu saja tidak terlepas dari dukungan yang luar biasa dari semua pihak yang terlibat, baik itu pemerintah, masyarakat, maupun orang tua siswa. Setiap kontribusi yang diberikan telah berperan penting dalam mencapai berbagai keberhasilan yang ada. Oleh karena itu, keberlanjutan dan pengembangan Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda Prangas di masa mendatang sangat bergantung pada kerjasama yang solid dan komitmen bersama dari seluruh elemen yang terlibat.

Penting untuk terus menjaga dan mempererat hubungan antara madrasah, pemerintah, masyarakat, serta orang tua dalam upaya menciptakan dan mempertahankan lingkungan pendidikan yang tidak hanya kondusif, tetapi juga inovatif dan berdaya saing tinggi. Dengan adanya kolaborasi yang harmonis, diharapkan madrasah ini dapat terus berkembang dan menjadi lembaga pendidikan yang mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kemajuan dunia pendidikan. Lebih jauh lagi, diharapkan Madrasah Tsanawiyah Miftahul Huda Prangas mampu mencetak generasi penerus bangsa yang tidak hanya memiliki kualitas akademik yang unggul, tetapi juga memiliki kepribadian yang kuat, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan zaman di masa depan.

Lulusan MTs Miftahul Huda Prangas telah menunjukkan prestasi gemilang dengan diterimanya mereka di berbagai jenjang pendidikan lanjutan, baik di lembaga negeri maupun swasta, meliputi MA, SMA, dan SMK yang berbasis pesantren maupun non-pesantren. Keberhasilan ini bukan hanya menunjukkan kualitas pendidikan yang diberikan, tetapi juga menggambarkan dedikasi dan kerja keras para siswa, guru, serta pihak madrasah dalam menciptakan atmosfer pembelajaran yang kondusif dan berkualitas.

Pencapaian ini menjadi kebanggaan yang luar biasa bagi MTs Miftahul Huda Prangas, sebuah madrasah yang terletak di sebuah dusun yang relatif terpencil. Madrasah ini berhasil membuktikan bahwa meskipun berada di wilayah yang jauh dari pusat kota, MTs Miftahul Huda mampu menghasilkan lulusan yang tidak hanya unggul dalam bidang akademik, tetapi juga memiliki kepribadian yang tangguh dan karakter yang kuat. Lulusan madrasah ini dilatih untuk siap menghadapi segala tantangan masa depan, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional.

Selain itu, MTs Miftahul Huda Prangas merasa patut bersyukur dapat mencetak generasi yang mampu bersaing dan berkembang di tingkat yang lebih tinggi, baik itu di jenjang pendidikan lanjutan maupun di dunia kerja. Bahkan, madrasah ini dapat bersaing dengan madrasah-madrasah lain yang ada di tingkat desa, kecamatan, hingga kota besar. Prestasi ini juga menjadi bukti nyata bahwa pendidikan yang berkualitas tidak dipengaruhi oleh faktor lokasi atau status sosial-ekonomi. MTs Miftahul Huda Prangas telah membuktikan bahwa dengan tekad, semangat, dan komitmen untuk memberikan pendidikan terbaik, sebuah madrasah di daerah terpencil pun dapat mencetak lulusan yang siap berkompetisi di berbagai tingkatan dan berkontribusi positif bagi masyarakat luas.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan di MTs Miftahul Huda, dilakukan penambahan guru baru secara bertahap sebagai berikut:
  1. Pada tahun 2016, Ibu Nisful Lailatul Mukaromah bergabung sebagai guru mata pelajaran Seni Budaya.
  2. Pada tahun 2017 hingga 2021, Ibu Ismi Nur Ahya bergabung sebagai guru mata pelajaran IPS.
  3. Pada tahun 2017 hingga 2023, Bapak Ja'far Shodiq bergabung sebagai guru mata pelajaran IPA.
Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen MTs Miftahul Huda untuk terus meningkatkan mutu pendidikan melalui perekrutan tenaga pendidik yang kompeten. Dengan dukungan para guru baru ini, diharapkan siswa dapat mencapai prestasi yang lebih baik di berbagai bidang akademik.

Pada tahun 2019, MTs Miftahul Huda Prangas kembali melaksanakan proses akreditasi yang ketiga kalinya oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M). Proses akreditasi ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan pelayanan di madrasah. Alhamdulillah, hasil dari visitasi yang dilakukan oleh tim asesor menunjukkan bahwa MTs Miftahul Huda Prangas memperoleh nilai 85, yang memberikan predikat terakreditasi dengan status B. Penetapan ini tercantum dalam Surat Keputusan BAN S/M Nomor 599/BAN-SM/SK/2019.

Hasil akreditasi yang membanggakan ini bukan hanya menjadi sebuah pencapaian, tetapi juga menjadi landasan bagi madrasah untuk terus memperbaiki dan meningkatkan berbagai aspek pendidikan, administrasi, serta layanan bagi peserta didik dan seluruh warga madrasah. Predikat B yang diraih mengindikasikan adanya kekuatan yang perlu terus dipertahankan dan diperbaiki, serta tantangan untuk berupaya mencapai predikat yang lebih tinggi di masa yang akan datang. Dengan semangat hasil akreditasi ini, MTs Miftahul Huda Prangas bertekad untuk terus berkembang, memberikan layanan yang terbaik, dan memenuhi kebutuhan pendidikan yang berkualitas bagi para peserta didik serta menciptakan lingkungan madrasah yang lebih baik. Semoga pencapaian ini menjadi spirit dan motivasi untuk terus maju dan berinovasi demi masa depan yang lebih cerah bagi madrasah dan masyarakat sekitarnya.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan di MTs Miftahul Huda, dilakukan penambahan guru baru secara bertahap sebagai berikut:
  1. Pada tahun 2020, Lutfia Eka Pratiwi bergabung sebagai guru mata pelajaran Bahasa Inggris.
  2. Pada tahun 2020, Bpk Tri Susilo bergabung sebagai guru mata pelajaran Matematika.
  3. Pada tahun 2022, mengangkat Ibu Nadiatul Mttafiqog sebagai guru mata pelajaran IPS.


Pada tahun 2022, MTs Miftahul Huda Prangas memulai program renovasi dengan fokus pada rehabilitasi tiga ruang kelas di sisi utara sekolah. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa ruang kelas yang ada dapat menampung jumlah siswa yang terus berkembang serta memenuhi standar kenyamanan dan keamanan bagi para pengajar dan peserta didik. Proses renovasi ini meliputi pembaruan fasilitas interior, pengecatan dinding, perbaikan atap, dan penggantian beberapa elemen struktural agar ruang kelas lebih representatif dan dapat mendukung proses pembelajaran yang lebih optimal.

Pada tahun 2023, MTs Miftahul Huda Prangas melanjutkan pembangunan infrastruktur yang telah dimulai dengan melakukan renovasi dua ruang kelas di sisi selatan sekolah. Renovasi ini bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan belajar, mengurangi keterbatasan ruang kelas, serta memperbaiki empat kamar mandi dan menambah satu kamar mandi baru, bersama dengan saluran penyerapan. Selain itu, untuk mendukung kegiatan belajar mengajar yang lebih efektif, sekolah juga menambah 40 unit meja dan kursi baru, membeli delapan laptop, dua PC komputer, empat pengeras suara, dan empat kipas angin kelas. Pembaruan sarana ini tidak hanya meningkatkan kapasitas ruang kelas, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif dan modern bagi siswa.

Dengan serangkaian perbaikan dan penambahan fasilitas ini, MTs Miftahul Huda Prangas kini memiliki sarana dan prasarana yang semakin memadai untuk mendukung proses pendidikan yang berkualitas. Upaya ini merupakan bagian dari komitmen sekolah dalam menciptakan fasilitas yang dapat mengakomodasi kebutuhan pendidikan dan meningkatkan kualitas pengajaran yang ada.

Seiring dengan meningkatnya jumlah peserta didik pada tahun 2024, MTs Miftahul Huda Prangas memutuskan untuk melakukan beberapa langkah strategis. Pertama, mengangkat dua guru baru, yaitu Bapak Thoriqil Muhtarom sebagai guru mata pelajaran PJOK dan Bapak Ifad A'dhom Assahrondi sebagai guru TIK.

Selain itu, madrasah ini juga melakukan perbaikan dan pengembangan fasilitas. Sebagai langkah awal, dua ruang kelas yang menghadap ke barat direhabilitasi agar lebih nyaman dan fungsional. Di atas ruang kelas yang direnovasi, dua ruang kelas baru dibangun di lantai dua untuk mengakomodasi kebutuhan ruang belajar yang semakin meningkat.

Proses renovasi dan pembangunan dimulai pada akhir Juli 2024 dan selesai pada pertengahan Oktober 2024. Dengan demikian, ruang kelas baru dan ruang yang telah direnovasi dapat digunakan untuk kegiatan belajar mengajar pada semester berikutnya.

Pada tahun 2024, tepatnya pada hari Rabu dan Kamis, tanggal 23 hingga 24 November, MTs Miftahul Huda Prangas melaksanakan visitasi akreditasi yang merupakan kegiatan yang sangat penting bagi keberlanjutan dan kualitas lembaga pendidikan. Kegiatan ini menjadi yang keempat kalinya bagi madrasah ini dalam menjalani proses akreditasi. Momen tersebut juga bertepatan dengan pelantikan Presiden Republik Indonesia ke-8, Bapak Prabowo Subianto, yang menambah makna dalam perjalanan sejarah madrasah ini.

Visitasi akreditasi ini dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah (BAN-PDM), sebuah lembaga yang bertanggung jawab untuk menilai dan menilai kualitas pendidikan di Indonesia. Proses ini bertujuan untuk memastikan bahwa lembaga pendidikan seperti MTs Miftahul Huda Prangas memiliki standar kualitas yang baik dalam berbagai aspek, mulai dari kurikulum, sarana dan prasarana, manajemen, hingga hasil pendidikan yang dicapai oleh para siswa.

Pada visitasi kali ini, tim visitor yang ditunjuk oleh BAN-PDM terdiri dari dua orang profesional yang berkompeten, yaitu Septarini Dwi Lestari, yang berasal dari Blitar, dan Tatk Dwi Suharti, yang berasal dari Kota Malang. Kedua visitor ini memiliki pengalaman dan pengetahuan yang mendalam mengenai standar pendidikan yang diterapkan oleh BAN, sehingga mereka akan menilai berbagai aspek yang ada di MTs Miftahul Huda Prangas secara objektif dan profesional.

Pelaksanaan visitasi akreditasi ini juga menjadi ajang bagi seluruh civitas akademika MTs Miftahul Huda Prangas untuk menunjukkan komitmen mereka dalam meningkatkan kualitas pendidikan, serta membuktikan bahwa madrasah ini mampu memenuhi standar yang ditetapkan oleh Badan Akreditasi Nasional. Kegiatan ini sangat penting bagi madrasah, karena hasil akreditasi akan berdampak langsung pada reputasi lembaga, serta memberikan panduan bagi upaya perbaikan dan pengembangan di masa depan.

Puji syukur Alhamdulillah, segala berkah dan rahmat Allah SWT yang tiada henti diberikan kepada kita. Setelah menunggu selama kurang lebih 1 hingga 1,5 bulan, akhirnya MTs Miftahul Huda Prangas memperoleh kabar gembira. Kami mendapatkan informasi bahwa nilai akreditasi yang diperoleh oleh lembaga ini adalah dalam kategori baik, dengan status B. Keputusan ini berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah (BAN-PDM) melalui surat keputusan yang telah diterbitkan.

Adapun SK yang semula tercatat dengan nomor 267/BAN-PDM/SK/2024 telah digantikan dengan SK terbaru nomor 014/BAN-PDM/SK/2025. Ini adalah sebuah langkah positif yang menunjukkan bahwa MTs Miftahul Huda Prangas telah memenuhi beberapa standar kualitas yang ditetapkan oleh BAN-PDM. Kami berharap, dengan hasil akreditasi yang telah diperoleh ini, MTs Miftahul Huda Prangas dapat terus berkembang dan semakin maju, baik dalam hal kuantitas, yaitu jumlah peserta didik dan fasilitas yang ada, maupun kualitas, yaitu dalam hal pembelajaran, pengajaran, serta pengelolaan madrasah yang lebih baik di masa yang akan datang. Semoga dengan segala upaya dan dukungan dari berbagai pihak, kami dapat terus memberikan pendidikan yang terbaik bagi generasi mendatang.

Dua Sejarah Besar Pada Ketiga Lembaga (RA, MI, MTs)

Sejarah Pertama (Perubahan logo Ketiga Lembaga)
Sejak awal berdirinya Madrasah Ibtidaiyah (MI), Raudhatul Athfal (RA), dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), ketiganya masih menggunakan logo yang sama seperti milik MI Darul Huda Klepu. Logo tersebut telah digunakan selama bertahun-tahun sebagai identitas bersama. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan lembaga untuk memiliki identitas yang lebih mandiri dan khas, para pengurus dan guru mulai memikirkan untuk membuat logo baru yang lebih representatif dan sesuai dengan karakter masing-masing lembaga.

Atas inisiatif pengurus, diadakan rapat bersama pada hari Sabtu, 10 Juni 2006, untuk membahas pembuatan logo baru. Rapat tersebut melibatkan perwakilan dari masing-masing lembaga. Dari RA, hadir Ibu Isnani dan Ibu Suriati. Dari MI, hadir Ibu Sopiyah, Ibu Muliati, Ibu Fatimah, Ibu Alfiyah, Ibu Sholihah, Bapak Saifudin Zuhri, Bapak Sugeng Hadi Prayitno, dan Bapak Teguh. Sementara itu, dari MTs, hadir Bapak H. Abdulloh, Bapak Mukit, Bapak M. Sakur, Bapak Bahrul Amin, Bapak Mas'ud, Bapak Nur Kholiq, Ibu Endang Sri Handayani, dan Abdul Malik. Rapat ini dipimpin langsung oleh Bapak H. Abdulloh, yang memberikan arahan agar diskusi berlangsung produktif dan menghasilkan keputusan terbaik.

Dalam rapat tersebut, muncul banyak usulan terkait desain logo baru. Beberapa ide yang diusulkan antara lain:
  • Warna dasar logo hijau untuk melambangkan kesejukan dan keislaman, sebagaimana diusulkan oleh Bapak H. Abdulloh sebagaimana pesan pengurus.
  • Logo mencerminkan ciri khas madrasah, sehingga dapat merepresentasikan identitas lembaga secara unik (usulan Bapak Bahrul).
  • Bentuk dasar logo berupa segi lima, yang melambangkan lima rukun Islam sebagai pilar keimanan umat Muslim (usulan Bapak Abdul Malik).
  • Sembilan bintang sebagai simbol para wali penyebar Islam di Nusantara, khususnya di Jawa (usulan Bapak M. Sakur).
  • Bintang berwarna kuning, sebagai simbol cahaya dan kejayaan Islam (usulan Bapak Mukit).
  • Gambar bumi di tengah logo, untuk menunjukkan semangat global dan kontribusi pendidikan madrasah bagi dunia (usulan Ibu Sopiyah).
  • Sembilan bintang diletakkan di atas bola dunia, dengan nama lembaga di bawah bola dunia (usulan Ibu Alfiyah).
  • Nama lembaga diletakkan dalam pita, menyerupai elemen estetika pada lambang negara, agar logo tampak lebih elegan (usulan Ibu Endang Sri Handayani).
  • Gambar buku dan pena ditengah bumi, melambangkan keilmuan dan tujuan madrasah (usulan Ibu Isnani).
  • Batas logo diberi garis hitam, untuk memberikan kesan tegas dan mempertegas bentuk logo (usulan Bpk Teguh).


Setelah melalui diskusi panjang, semua peserta rapat sepakat dengan usulan-usulan tersebut. Tugas mendesain logo baru kemudian dipercayakan kepada Bapak Bahrul Amin. Dengan penuh dedikasi, beliau menggabungkan seluruh elemen yang telah diusulkan ke dalam satu desain yang harmonis. Setelah proses desain selesai, hasilnya dicetak dan disampaikan kepada kepala madrasah dan para guru untuk dimintai pendapat. Seluruh guru memberikan persetujuan terhadap desain tersebut, dan logo baru inipun disepakati sebagai identitas resmi RA, MI dan MTs Miftahul Huda.

Berjalan sekitar 2 bulan, muncul permintaan dari Ibu Muliati agar logo MI Miftahul Huda sedikit dimodifikasi. Permintaan tersebut diteruskan kepada Bapak Sugeng Hadi Prayitno, yang kemudian membuat desain ulang logo untuk MI. Dalam desain baru ini, sembilan bintang yang sebelumnya ada dihilangkan dan diganti dengan tulisan “Madrasah Ibtidaiyah” untuk menegaskan jenjang pendidikan. Selain itu, tulisan pada pita yang semula berbunyi “MI Miftahul Huda” disederhanakan menjadi “Miftahul Huda”. Gambar peta dunia yang semula tegak dimiringkan ke kanan sebesar 45 derajat, dan warna dasar peta yang awalnya putih diubah menjadi kekuningan. Akhirnya, MI Miftahul Huda memilih menggunakan desain yang berbeda dari hasil rapat dengan alasan supaya tidak sama alias berbeda.

Perbedaan antara logo Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Miftahul Huda sempat menjadi perhatian, karena desain logo MI dianggap tidak sepenuhnya sesuai dengan hasil kesepakatan awal mengenai keseragaman identitas visual lembaga. Hal ini memunculkan dilema, terutama dalam upaya menjaga konsistensi simbolik antar unit pendidikan di bawah YPAI Miftahul Huda Prangas

Namun, melalui musyawarah dan semangat kebersamaan, disepakati solusi yang saling menghargai, yaitu MTs tetap menggunakan logo hasil keputusan rapat bersama pada saat awal pembuatan logo, sementara MI mempertahankan logo hasil desain Bapak Sugeng Hadi Prayitno, sesuai yang diusulkan ibu Muliati.

Keputusan ini menunjukkan kedewasaan dalam mengelola perbedaan. Alih-alih menjadi sumber konflik, perbedaan desain justru dipandang sebagai kekayaan identitas yang memperkuat karakter masing-masing lembaga, tanpa mengurangi rasa persatuan di bawah naungan yayasan.

Terkait logo RA. Meski tidak diketahui siapa yang memulai, ada segelintir pihak mendorong perubahan logo RA Miftahul Huda agar tidak lagi menyerupai logo MTs. Sebagai gantinya, logo RA diarahkan mengikuti pola desain logo MI karya Bapak Sugeng Hadi Prayitno dan Ibu Muliati, dengan beberapa penyesuaian untuk mencerminkan identitas RA sebagai lembaga pendidikan anak usia dini.

Perubahan utama mencakup penggantian tulisan “Madrasah Ibtidaiyah” menjadi “Raudhatul Athfal” untuk mencerminkan jenjang pendidikan anak usia dini. Selain itu, warna dasar logo diubah dari hijau tua menjadi hijau muda guna memberi kesan yang lebih lembut, selaras dengan karakter pendidikan RA.

Meskipun terdapat perbedaan dalam tampilan dan warna antara logo MTs, MI dan RA, hal ini tidak menimbulkan perpecahan atau kesenjangan. Justru, keberagaman desain tersebut menunjukkan adanya dinamika kreatif dan semangat untuk tetap menjaga ciri khas masing-masing lembaga, tanpa menghilangkan ruh dan identitas utama di bawah naungan YPAI Miftahul Huda Prangas. Kesamaan unsur dasar dalam desain logo mencerminkan nilai-nilai kebersamaan dan kesatuan visi dalam membina generasi penerus yang berakhlak mulia dan berwawasan keislaman.

Para pelaku pendidikan di Prangas haruslah berterima kasih yang mendalam kepada Dewan Guru terutama Bapak Bahrul Amin, Ibu Muliati, dan Bapak Sugeng Hadi Prayitno atas kontribusi mereka dalam proses desain logo yang menjadi identitas lembaga hingga saat ini. Logo baru ini mulai diterapkan secara resmi pada tahun pelajaran 2006/2007, dan sejak saat itu menjadi bagian penting dari citra lembaga RA, MI dan MTs Miftahul Huda. Identitas yang terbentuk melalui logo ini mencerminkan semangat kebersamaan, inovasi, dan dedikasi para pengelola pendidikan dalam membangun generasi yang lebih baik.
Sejarah Kedua (Proses Terwujudnya YPAI Miftahul Huda Prangas)
Latar Belakang dan Awal Berdirinya Yayasan
Pada awalnya, tiga lembaga pendidikan yang terdiri dari RA (Raudlatul Athfal), MI (Madrasah Ibtidaiyah), dan MTs (Madrasah Tsanawiyah) Miftahul Huda berada di bawah naungan LP Ma'arif Kabupaten Malang. Ketiga lembaga ini dibangun untuk memberikan pendidikan agama Islam kepada masyarakat di daerah Prangas. Dalam perjalanannya, lembaga-lembaga ini berhasil menarik perhatian masyarakat sekitar karena fokusnya pada pembentukan karakter islami sekaligus memberikan akses pendidikan formal bagi anak-anak di wilayah tersebut.

Namun, meskipun kegiatan pendidikan berjalan dengan baik, pengurus mulai menyadari bahwa keberadaan lembaga tanpa payung hukum yang jelas dapat menimbulkan berbagai kendala, terutama terkait legalitas operasional dan hubungan kelembagaan dengan pemerintah. Oleh karena itu, para pengurus merasa perlu membentuk sebuah wadah hukum berupa yayasan yang dapat menaungi RA, MI, dan MTs secara resmi.

Pada tahun 2003, H. Syamsul Nur, salah satu tokoh penting di lingkungan pendidikan tersebut, memberikan instruksi kepada H. Abdulloh untuk mulai mengurus perizinan pendirian yayasan. Yayasan ini direncanakan akan diberi nama Miftahul Huda, dengan nama lengkap Yayasan Pendidikan Agama Islam Miftahul Huda Prangas.
Proses Awal Pendirian Yayasan
Upaya untuk mendirikan yayasan dimulai dengan pengurusan dokumen perizinan ke pihak-pihak terkait. Setelah melalui berbagai tahap pengajuan, izin yayasan akhirnya keluar. Namun, masalah muncul ketika ditemukan bahwa nama yayasan yang terdaftar tidak sesuai dengan nama yang direncanakan. Alih-alih bernama Miftahul Huda Prangas, nama yayasan yang tercatat adalah Baitur Rohman Nurul Islam.

Setelah diselidiki, kesalahan ini disebabkan oleh penggunaan dokumen salinan dari pihak lain, di mana nama Baitur Rohman Nurul Islam tidak diubah saat proses pengajuan. Akibatnya, nama Yayasan Nurul Islam terlanjur tercatat secara resmi dalam dokumen izin.

Karena proses perubahan nama yayasan memerlukan waktu dan biaya tambahan, pengurus memutuskan untuk sementara waktu menggunakan nama Yayasan Baitur Rohman Nurul Islam. Nama ini tetap digunakan hingga tahun 2009. Meskipun demikian, pengurus tidak berhenti memperjuangkan perubahan nama yayasan agar sesuai dengan tujuan awal.
Kebutuhan Mendesak Akan Yayasan Berbadan Hukum
Pada awal tahun 2010, muncul dorongan dari berbagai pihak untuk melakukan perubahan terhadap nama lembaga yang saat itu masih menggunakan nama "Yayasan Baitur Rohman Nurul Islam". Desakan ini didasarkan pada pertimbangan administratif dan kebutuhan untuk menyelaraskan legalitas kelembagaan dengan regulasi yang berlaku.

Menanggapi hal tersebut, H. Abdulloh Qodir, selaku tokoh dan pengelola utama saat itu, mengambil inisiatif untuk mengurus perizinan nama baru yang akan menjadi payung hukum bagi ketiga lembaga pendidikan yang sudah berjalan, yaitu RA (Raudhatul Athfal), MI (Madrasah Ibtidaiyah), dan MTs (Madrasah Tsanawiyah).

Namun, dalam proses pengurusan perizinan, diketahui bahwa izin yang dapat dikeluarkan hanya berlaku hingga tingkat kabupaten. Hal ini berarti bahwa bentuk kelembagaan yang diakui secara resmi tidak dapat menggunakan istilah "yayasan", melainkan harus menggunakan istilah "lembaga". Oleh karena itu, diputuskan untuk mengganti nama menjadi Lembaga Pendidikan Agama Islam Miftahul Huda Prangas, yang mencerminkan identitas sesuai dengan nama ketiga satuan pendidikan.

Lembaga baru ini didirikan dengan tujuan utama untuk memberikan landasan hukum dan struktural yang kuat bagi operasional ketiga satuan pendidikan tersebut. Selain itu, pembentukan lembaga ini juga menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kualitas tata kelola dan memperluas jangkauan pelayanan pendidikan kepada masyarakat.

Dalam struktur kepengurusan yang baru, Bapak Hanafi Nur dipercaya dan diangkat sebagai ketua lembaga. Beliau bertanggung jawab memimpin dan mengarahkan perkembangan lembaga ini ke depan, termasuk dalam hal pembinaan GTK, peningkatan mutu pendidikan di lingkungan satuan pendidikan.

Pada tahun 2012–2013, proses akreditasi terhadap RA, MI, dan MTs dilakukan oleh tim asesor. Dalam visitasi tersebut, para asesor mempertanyakan keabsahan Lembaga Pendidikan Agama Islam Miftahul Huda Prangas karena belum memiliki pengesahan resmi dari Kementerian Hukum dan HAM. Hal ini menjadi sorotan karena lembaga atau yayasan yang menaungi satuan pendidikan tersebut seharusnya memiliki badan hukum yang sah sebagai syarat akreditasi dan pengakuan formal.

Masukan dari para asesor mendorong pengurus untuk segera mengambil langkah konkret dalam membentuk yayasan berbadan hukum. Namun, proses ini tidak dapat dilakukan secara instan karena memerlukan perencanaan yang matang, terutama menyangkut pengesahan nama dan struktur organisasi yayasan.
Langkah Konkret Menuju Pendirian Yayasan
Pada Selasa, 17 Juni 2015, diadakan dua kali pertemuan penting untuk membahas pendirian yayasan berbadan hukum. Pertemuan pertama berlangsung pada pukul 07.00 di rumah Bapak Hanafi, sedangkan pertemuan kedua dilaksanakan setelah Ashar, sekitar pukul 16.00, di rumah H. Abdulloh.

Dalam kedua pertemuan tersebut, para pengurus sepakat untuk segera mendirikan yayasan dengan nama resmi Yayasan Pendidikan Agama Islam Miftahul Huda Prangas. Keputusan ini diambil untuk memenuhi kebutuhan legalitas lembaga, meningkatkan kepercayaan masyarakat, dan memenuhi syarat formal dari pemerintah maupun pihak akreditasi.

Pada Jumat, 20 Juni 2015, pukul 19.30 setelah Isya, bertepatan dengan malam pertama kegiatan Imtihan, H. Abdulloh menyampaikan hasil pertemuan tanggal 17 Juni 2015 kepada seluruh pengurus yang hadir. Dalam kesempatan tersebut, semua pengurus yang hadir sepakat untuk mendirikan yayasan yang akan menaungi RA, MI, dan MTs.

Dalam pertemuan tersebut, struktur organisasi dan penetapan hari jadi yayasan ditetapkan sebagai berikut:
1. Struktur Organisasi Yayasan
  1. Nama Yayasan: Yayasan Pendidikan Agama Islam Miftahul Huda Prangas
  2. Tanggal Pendirian: 17 Juni 2015
  3. Pendiri Yayasan: H. Abdulloh Qodir
  4. Pembina Yayasan Bapak Hanafi Nur dan Bapak Abdul Mukti
  5. Ketua Yayasan: H. Subhan Saikhu
  6. Sekretaris Yayasan: Bapak Mahali
  7. Bendahara Yayasan: Bapak Sugeng Harianto
  8. Logo Yayasan: sesuai dengan pola logo MTs Miftahul Huda
2. Penetapan Tanggal 17 Juni 2015 Sebagai Hari Jadi Yayasan
Alasan Tanggal 17 Juni 2015 dipilih sebagai hari jadi yayasan berdasarkan beberapa alasan berikut:
  1. Kesesuaian Waktu: Menurut Bapak Hanafi, pertemuan awal yang membahas pendirian yayasan berlangsung pada tanggal tersebut.
  2. Makna Spiritual: Bapak Nasib menyetujui tanggal ini karena angka 17 melambangkan jumlah rakaat dalam sholat fardhu, sehingga dianggap memiliki makna religius yang mendalam.
  3. Kesamaan dengan Hari Kemerdekaan: Bapak Mahali menambahkan bahwa angka 17 juga sesuai dengan tanggal kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu 17 Agustus.
  4. Kegiatan Tahunan: Para sesepuh, seperti Bapak Paimin, menilai bahwa bulan Juni merupakan waktu yang sibuk bagi pengurus, terutama menjelang pelaksanaan kegiatan Imtihan. Oleh karena itu, bulan Juni dianggap waktu yang tepat untuk menetapkan pendirian yayasan.

Setelah mendengar berbagai masukan, seluruh pengurus sepakat dan menetapkan tanggal 17 Juni 2015 sebagai hari jadi Yayasan Pendidikan Agama Islam Miftahul Huda Prangas, selanjutnya tanggal ini hendaklah dijadikan acuan dalam pelaksanaan hari ulang tahun Yayasan Pendidikan Agama Islam Miftahul Huda Prangas.
Pengesahan Yayasan oleh Kementerian Hukum dan HAM
Satu tahun kemudian setelah melalui berbagai pertimbangan dan musyawarah bersama, akhirnya disepakati bahwa perlu dilakukan langkah hukum untuk memperkuat dasar legalitas lembaga melalui pengesahan akta pendirian yayasan. Untuk merealisasikan hal tersebut, disetujui tiga orang pengurus yang diberi mandat untuk mewakili dalam proses penyelesaian administrasi dan legalisasi akta yayasan, yaitu:
  1. H. Abdulloh Qodir
  2. Bapak Hanafi Nur
  3. Bapak Musthofa
Ketiga tokoh tersebut dipilih berdasarkan kredibilitas, pengalaman, serta peran aktif mereka dalam pengembangan dan pengelolaan lembaga selama ini. Mereka dipercaya untuk menjadi representasi resmi yayasan dalam urusan hukum dan administrasi.

Sebagai bagian dari proses legalisasi kelembagaan, pada hari Rabu, tanggal 11 Mei 2016 pukul 08.30 WIB, tiga orang tersebut mewakili Yayasan Pendidikan Agama Islam Miftahul Huda Prangas secara resmi menghadap Notaris Muhammad Muharor Habibi, S.H., M.Kn., yang berkedudukan di Kota Batu. Tujuan utama dari pertemuan ini adalah untuk memproses pengesahan akta pendirian yayasan secara sah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang hukum yayasan di Indonesia.

Pertemuan ini merupakan langkah strategis dan sangat krusial dalam pembentukan landasan hukum yayasan, karena akta yang disahkan oleh notaris menjadi dokumen legal formal yang diakui oleh negara. Melalui akta ini, eksistensi hukum Yayasan Pendidikan Agama Islam Miftahul Huda Prangas sebagai yayasan pendidikan agama Islam berada di bawah naungan sebuah badan hukum yang memiliki legitimasi di mata hukum, masyarakat, dan pemerintah.

Langkah ini juga menunjukkan keseriusan dan komitmen para pendiri dalam membangun institusi pendidikan yang profesional, akuntabel, dan berkelanjutan. Keberadaan yayasan sebagai payung hukum memberikan perlindungan kelembagaan, memperjelas struktur organisasi, serta memudahkan kerja sama dengan pihak luar, baik dalam bentuk kemitraan, pendanaan, maupun dukungan program.

Setelah akta pendirian selesai dan ditandatangani di hadapan notaris, dokumen tersebut kemudian diajukan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum. Melalui proses administrasi dan verifikasi yang ketat, pada tanggal 14 Mei 2016, Menteri Hukum dan HAM secara resmi mengeluarkan Surat Keputusan dengan Nomor AHU-0024603.AH.01.04.Tahun 2016. SK ini ditandatangani di Jakarta dan menyatakan bahwa Yayasan Pendidikan Agama Islam Miftahul Huda Prangas telah memenuhi seluruh persyaratan hukum dan sah sebagai badan hukum yang diakui oleh negara.

Dengan diperolehnya pengesahan ini, Yayasan tidak hanya memiliki legalitas yang sah, tetapi juga secara resmi memiliki kewenangan untuk menaungi, mengelola, dan mengembangkan ketiga lembaga pendidikan yang berada di bawahnya. Status badan hukum ini memberikan kekuatan legal untuk mengelola aset, menerima bantuan, menjalin kemitraan, serta melaksanakan program-program pendidikan secara lebih terstruktur dan berorientasi jangka panjang.

Lebih dari sekadar formalitas administratif, pengesahan ini memperkuat posisi yayasan di tengah masyarakat dan membuka peluang lebih besar dalam menjawab tantangan pendidikan Islam di era modern. Legalitas yang kuat ini menjadi fondasi utama dalam mewujudkan visi yayasan sebagai Yayasan Pendidikan Agama Islam yang unggul, inklusif, dan berkontribusi nyata dalam mencetak generasi muda yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia.

Dengan demikian, Yayasan Pendidikan Agama Islam Miftahul Huda Prangas kini siap menjalankan kiprahnya secara sah dan bertanggung jawab dalam dunia pendidikan, serta terus berkomitmen untuk memberikan layanan pendidikan agama yang berkualitas kepada masyarakat.
Kepemimpinan YPAI Miftahul Huda Prangas
Yayasan Pendidikan Agama Islam (YPAI) Miftahul Huda Prangas resmi berdiri pada tahun 2015 sebagai bentuk legalisasi dan penguatan lembaga-lembaga pendidikan yang telah lebih dahulu berdiri, yaitu: (1) Madrasah Ibtidaiyah (MI) sejak tahun 1960-an, (2) Raudhatul Athfal (RA) sejak tahun 1994 dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) sejak tahun 2002

Sebelum terbentuknya yayasan, ketiga lembaga ini dikelola secara mandiri oleh para pengurus yang terdiri dari anggota keluarga dan tokoh masyarakat setempat yang memiliki komitmen kuat terhadap pendidikan Islam. Seiring berjalannya waktu, dinamika kepemimpinan terus berkembang hingga akhirnya terbentuk Yayasan Pendidikan dan Asuhan Islam (YPAI) Miftahul Huda Prangas, yang kini menjadi payung hukum resmi bagi ketiga satuan pendidikan tersebut.

Berikut adalah perjalanan kepemimpinan YPAI Miftahul Huda Prangas dari masa ke masa:
  1. H. M. Nur
    Sebagai pengurus pertama, H. M. Nur memainkan peran sentral dalam merintis dan mengembangkan lembaga pendidikan Miftahul Huda Prangas sebelum berbadan hukum sebagai yayasan. Beliau merumuskan visi dan misi awal lembaga, serta membangun pondasi pendidikan yang berbasis nilai-nilai keislaman dan kebangsaan. Komitmen beliau menjadi tonggak awal berdirinya lembaga ini.
  2. Bapak Moh. Ripa'i
    Kepemimpinan dilanjutkan oleh Bapak Ripa’i, yang membawa perubahan signifikan dalam struktur organisasi lembaga. Ia memperkenalkan lembaga ini ke masyarakat luar Dusun Prangas, serta membawa inovasi untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Di bawah kepemimpinannya, lembaga ini mulai dikenal luas dan mengalami peningkatan jumlah siswa.
  3. H. Syamsul Nur
    Dengan semangat yang besar, H. Syamsul Nur fokus pada pengembangan fasilitas dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Beliau memperkuat aspek sarana dan prasarana serta meningkatkan kapasitas para pendidik dan tenaga kependidikan. Di masa kepemimpinannya, dua satuan pendidikan tambahan resmi berdiri, yakni Raudhatul Athfal (RA) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Selain itu, beliau menggagas pembentukan badan hukum yayasan untuk memperkuat kelangsungan lembaga di masa depan.
  4. H. Subhan Saikhu
    H. Subhan Saikhu melanjutkan estafet kepemimpinan dari ayahnya, H. Syamsul Nur. Di bawah kepemimpinannya, yayasan ini resmi memperoleh status hukum sebagai Yayasan Pendidikan Agama Islam Miftahul Huda Prangas. Meskipun kontribusinya belum menampakkan perubahan signifikan pada tahap awal, peran beliau lebih berfokus pada konsolidasi program-program yang telah dirintis sebelumnya dan memastikan keberlanjutan pengelolaan lembaga.

Kesimpulannya - Keempat tokoh di atas memiliki kontribusi besar dalam membentuk dan mengembangkan YPAI Miftahul Huda Prangas hingga menjadi yayasan pendidikan yang terus bertumbuh. Dedikasi dan visi mereka telah menghasilkan lembaga yang tidak hanya memberikan pendidikan berkualitas, tetapi juga menanamkan akhlak mulia dan kesiapan generasi muda dalam menghadapi tantangan zaman.



sumber wawancara langsung:
  1. H. Syamsul Arifin (2008)
  2. Bpk Rifa'i (2006)
  3. Bpk M Masib (2012-2013)
  4. Bpk Hanafi Nur (2013-2020)
  5. Bpk H. Abdulloh Qodir (2013-2015)
  6. Bpk M. Sa'id (2011)
  7. Bpk Paimin (2018)
  8. Bpk Mahali (2013)
  9. Ibu Fatimah (2012)
  10. Ibu Sopiyah (2013-2016)

Post a Comment

New comments are not allowed.